Seringkali keunikan kultural melahirkan perilaku absurd berupa sikap defensif sebagian kelompok etnik Madura. Misalnya, orang Madura dikenal mudah tersinggung harga-dirinya dan kemudian marah-marah, kemudian memilih alternatif solusi atas ketersinggungannya itu melalui kekerasan fisik, berupa carok. seorang Madura yang defensif serta-merta akan menegaskan jatidiri etniknya dengan lontara humor pernyataan sanggahan: “Anda tahu, bahwa orang Madura dalam kondisi apa pun tidak akan pernah tersinggung apalagi marah-marah. Lho, koq begitu? Karena begitu seseorang berniat untuk melakukannya, dia sudah terkapar lebih dulu karena terkena sabetan cluritnya…”
Contoh lain dapat dihadirkan atas perilaku unik (absurditas-etnografi) orang Madura. “Seorang pemuda Madura datang dari pelosok desa hendak nonton sepak bola ke Stadion 10 November Surabaya. Saat akan menyeberang naik Ferry, tiket yang dibelinya diminta petugas, disobek menjadi dua, sobekan kecil dikembalikan sedangkan sobekan besar diambil petugas itu. Melihat perilaku petugas Ferry itu, pikirannya galau dan tidak menentu. Dia kembali untuk membeli lagi 2 karcis sekaligus: 1 lembar diberikan kepada petugas Ferry sedangkan satu lembar sisanya disembunyikan di dalam saku celananya untuk menyelamatkan sobekan petugas. Dengan perasaan tenang dan hati yang ternteram, dia melangkah mantap… menaiki deck kapal Ferry, untuk menyeberang…”