Stereotip Budaya
Penggunaan istilah stereotip dalam etnografi diartikan sebagai konsepsi mengenai sifat atau karakter suatu kelompok etnik berdasarkan prasangka subjektif yang tidak tepat oleh kelompok etnik lainnya (Alwi, 2001: 1091). Dalam realitasnya, perilaku dan pola kehidupan kelompok etnik Madura tampak sering dikesankan atas dasar prasangka subjektif oleh orang luar Madura. Kesan demikian muncul dari suatu pencitraan yang tidak tepat, baik berkonotasi positif maupun negatif. Prasangka subjektif itulah yang seringkali melahirkan persepsi dan pola pandang yang keliru sehingga menimbulkan keputusan individual secara sepihak yang ternyata keliru karena subjektivitasnya. Dalam perspektif budaya, setiap kelompok etnik berpeluang memiliki penilaian dan justifikasi subjektif-stereotipikal dari kelompok etnik lainnya yang diidentifikasi atas dasar false generalization atas parsialitas perilaku yang ternyata tidak representatif (Glaser & Moynihan, 1981: 27)
Astro (2006: 1) mengemukakan contoh dalam sebuah artikel tentang stereotip kelompok etnik manusia Madura oleh komunitas etnik lain, yaitu: berkulit hitam legam, berpostur tubuh tinggi besar, berkumis lebat, dan berbusana garis selang-seling merah-hitam yang dibalut oleh baju dan celana longgar serba hitam, serta menakutkan. Pencitraan kurang tepat lainnya, bahwa orang Madura itu memiliki sosok yang angker, tidak kenal sopan santun, kasar, beringas, dan mudah membunuh. Pelabelan demikian mengjadi hilang atau berkurang jika realitas budaya yang dijumpainya tidak sedikit pun menggambarkan persepsi sebagaimana yang telah tertanam-kuat dalam pikirannya.
Untuk memberi pemahaman yang relatif efektif tentang gambaran nyata, utuh, dan lengkap tentang bagaimana sesungguhnya sosok etnik Madura ─ dengan segala kekurangan dan kelebihannya ─ dapat dilakukan upaya yang memungkinkan. Di antara upaya itu adalah ta’aruf (saling mengenal atau memperkenalkan jatidiri etnografi masing-masing) dalam segala jenis dan bentuknya. pengenalan kulturan demikian diharapkan mampu menghilangkan ─ sekurang-kurangnya mereduksi ─ kesan dan pencitraan subjektif atas dasar persepsi sepihak yang tertanam begitu kuat dalam pikiran kelompok-kelompok etnik masing-masing.
Sebaliknya, persepsi, penilaian, dan justifikasi secara sepihak seringkali dimunculkan oleh individu maupun kelompok etnik Madura tentang perilaku dan pola kehidupan etnik lain , semata-mata didasarkan juga oleh gambaran pikiran maupun prasangka subjektifnya. Jika pandangan subjektif itu tidak mampu terjembatani secara arif dan efektif maka kesalahpahaman cenderung dan mudah muncul yang kemudian bermuara pada konflik etnik atau budaya.