Pengalaman Karir Politik dan Organisasi
Setelah negara Indonesia berdiri dengan berasaskan Pancasila, wakil Presiden Hatta mengumumkan tentang berdirinya partai-partai. Salah satu dari sekian partai yang berdiri adalah Masyumi. Dan inilah partai tempat Kiai Mahfoudh mencurahkan ekspresi politiknya. Partai Masyumi memiliki beberapa anak partai dan Kiai Mahfoudh pun terlibat aktif menjadi ketua Ancab (Anak Cabang) kecamatan GulukGuluk. Pada masa antara 19451950 beliau aktif dalam kepengurusan Sabilillah.
Ketika Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRDS) dibentuk pada tahun 1950, Kiai Mahfoudh bergabung menjadi anggotanya dan ia menjadi anggota dewan yang termuda karena pada waktu itu beliau berusia 24 tahun. Ketika itu, DPRDS terdiri dari orang-orang Masyumi dan hanya 1 orang mewakili PSI, 1 orang dari PKI dan 2 orang mewakili PNI. Ketika Pemilu untuk pertama kalinya pada tahun 1955 dilaksanakan, beliau terpilih lagi menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) hingga tahun 1959. Hingga akhirnya presiden Soekarno, seiring dengan terbentuknya poros Nasakom, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit dan meminta agar Masyumi membubarkan diri.
Di antara partai-partai besar lain seperti PNU, PNI, PKI, Masyumi bersikap tidak kompromi dengan keputusan itu. Partai Masyumi, yang ketika itu dibawah pimpinan M. Natsir, menolak untuk membubarkan diri karena menurutnya yang berhak membubarkan adalah kongres. Namun, pada akhirnya Masyumi tak lagi aktif di panggung politik. Bersamaan itu pula, Kiai Mahfoudh pun tidak aktif lagi bergabung dalam kancah perjuangan politik. Ia merasa tidak ‘nyaman’ untuk bergabung lagi dengan partai mana pun.
Mengisi kekosongan aktivitas yang sebelumnya ia kerahkan dalam partai politik, akhirnya beliau bergabung dengan ‘Jam’iyah al-Washliyah’ sebagai pimpinan daerah kabupaten Sumenep. ‘Jam’iyah al-Washliyah’ ketika itu berpusat di Medan, Sumatera Utara. Ketertarikan beliau dengan Jam’iyah al-Washliyah tersebut adalah karena organisasi ini banyak aktif dalam dunia pendidikan. Menurut beliau, struktur dan rancangan oraganisasi Jam’iyah al-Washliyah ini sangat mapan sehingga jam’iyah ini pun mempunyai penilik untuk sekolah-sekolah di tingkat kecamatan, padahal pamerintah baru mengurus hal itu di tingkat kabupaten saja.