Namun, aktivitas beliau di organisasi ini berakhir pada tahun 1964 hingga datanglah Gestapu. Sejak saat itu beliau tidak aktif lagi di partai politik atau organisasi apa pun.
Baru pada tahun 1968, ketika Presiden Soeharto menggantikan Soekarno, para tokoh Masyumi dapat kembali berperan aktif dengan menggabungkan diri dalam Parmusi. Selama sepuluh tahun lamanya, terhitung sejak tahun 1974 sampai dengan tahun 1984, beliau menjadi anggota DPRD selama dua periode secara berturutturut. Kali ini beliau bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dan tahun 1984, Kiai Mahfoudh tidak aktif lagi dalam partai dan organisasi apa pun. Baliau mencurahkan konsentrasinya pada dunia pendidikan, khususnya Madrasah Ibtidaiyah dan Tsananwiyah Putri.
Proses belajar-mengajar itu pun terus berlangsung hingga pada tahun 2000. Hingga sekitar 2006, beliau masih aktif mengelola segala kegiatan pendidikan di pondok pesantren Annuqayah, terutama lembaga belajar yang dikhususkan untuk santri-santri putri yang bertempat di daerah Sabajarin. Kegiatan-kegiatan yang telah diprakarsainya antara lain adalah berupa pengadaan kursus bahasa Arab, bahasa Inggris, dan komputer. Sementara untuk kursus bahasa Jepang kini tengah dirintis.
Sejak awal tahun 90-an hingga kini, Kiai Mahfoudh masih aktif dalam Badan Silaturrahim Ulama Pesantren Madura (BASRA). Forum ini beranggotakan ulama-kiai pengasuh-pengasuh pesantren yang tersebar di empat kabupaten (Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep) di pulau Madura. Misi dari forum silaturrahim ini adalah upaya untuk mempersatukan suara umat Islam, terutama di lingkungan masyarakat Madura.
Akan tetapi, BASRA bukanlah jam’iyah yang sifatnya full organisation. Ia, sesuai dengan namanya, hanyalah sebuah forum yang lebih mengedapankan silaturrahim. Oleh karena itu, kalangan yang karena mengusung kepentingan partai politik tertentu dan oleh karenanya berjarak dengan kelompok lainnya, dalam forum ini mereka bisa bersatu untuk turut ambil bagian dalam memikirkan masa depan masyarakat Madura. Pertemuan-pertemuannya pun bersifat insidentil, misalnya di acara pengajian. Pertemuan tokoh-tokoh BASRA mencapai puncak aktivitasnya saat isu Jembatan Suramadu mencuat ke permukaan.