[junkie-alert style=”yellow”] Ulama, Cendekiawan, dan Mujahid Tarbiyah
Pengabdian kepada umat harus senantiasa dilakukan secara kaffah, total dan maksimal. Demikian prinsip yang mengakar kuat di jiwa (alm) KH. Moh. Tidjani Djauhari, M.A. hingga maut menjemputnya, Kamis, 27 September 2007. Ibarat matahari, kehadiran Tidjani, tidak saja sebagai penebar cahaya, ia adalah cahaya itu sendiri yang mampu menerangi ruang kesadaran umat Islam dari segala penjuru. [/junkie-alert]
Matahari Itu Terbit
Moh. Tid jani dilahirkan pada 23 Oktober 1945 di Prenduan, sebuah desa kecil 22 km di sebelah timur kota Pamekasan dan 30 km di sebelah barat kota Sumenep. Kelahirannya menyempurnakan suara genderang kemerdekaan bangsa Indonesia dari cengkraman kolonialisme. Mendidihkan gemuruh jihad para mujahid fi sabilillah ketika mempertahankan harkat dan martabat bangsa Indonesia dengan segala jiwa dan raga. Saat itu, Prenduan, juga kota-kota lainnya di Indonesia, berada dalam euforia kemerdekaan setelah 350 tahun lamanya hidup dalam kerangkeng penjajah.
Moh. Tidjani adalah putera keempat dari tujuh bersaudara. Ayahnya, KH. Djauhari Chotib, adalah seorang ulama besar, tokoh Masyumi, dan pendiri Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan. Kepemimpinan KH Djauhari di Hizbullah, berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter dan mental kepemimpinan Tidjani di masa mendatang.
Ditilik dari silisilah ayahnya, ada darah keturunan KH. As’ad Syamsul Arifin, ulama kharismatik pendiri PP. Salafiyah Syafi’iyah, Situbondo, mengalir di jiwanya. “Almarhum Kiai As’ad Syamsul Arifin adalah sepupu dari nenek saya. Jadi masih keluarga sendiri,’ tukasnya suatu ketika. Sedangkan dari pihak ibunya, Nyai Maryam, ia adalah keturunan Syaikh Abdullah Mandurah, salah satu muthowib di Mekkah asal Sampang, Madura, yang banyak melayani jamaah haji Indonesia.
Sejak kecil, Moh. Tidjani tumbuh berkembang dalam ranah pendidikan Islam yang sangat kental. Hal itu tak lepas peran ayahnya, Kiai Djauhari, yang berobsesi kelak Tidjani mampu menjelma pribadi muslim yang memiliki mental dan kepribadian yang tangguh. Karena itu, Tidjani kecil sangat akrab dan menikmati pendidikan keagamaan yang telah diterimanya sejak kecil. Tahun 1953, Tidjani menapakkan kakinya di bangku Sekolah Rakyat (SR) dan Madrasah Ulum Al-Washiliyah (MMA). Di sinilah, ia memulai belajar dasar-dasar ilmu pengetahuan. Hari-hari baginya adalah kesempatan emas untuk mengasah diri dan memperluas wawasan keilmuan. Tidjani sebagai matahari kecil mulai menebarkan cahaya. Cahayanya menelisik dan meranumkan senyum masyarakat Prenduan saat itu yang menaruh harapan besar di pundaknya.
Alhamdulillah, kebetulan kami sebagai penulisnya.
Iwan Kuswandi +6285104113271
Email: kuswandisumenep87@gmail.com
BUKU BIOGRAFI Kiai Tidjani Djauhari bahkan sudah ada diterbitkan oleh Pondok Mas, Yogyakarta, ini pun sudah ada di perpus NLA Australia..
http://catalogue.nla.gov.au/Record/5760863
Betul, BUKU BIOGRAFI Kiai Tidjani Djauhari telah terbit.