Kelahiran
M. Kholil merupakan salah satu ulama besar yang di Indonesia. Dari tangan-tangan beliau lahirlah ulama-ulama khos antara lain adalah KH. Hayim Asy’ari pendiri organisasi Nahdlatul Ulama, Kh. Manaf Abdul Karim pendiri pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, KH. Abdul Mubarok pendiri pengasuh Pondok Pesantren Suralaya Tasikmalaya.
M. Kholil atau sering disebut Mbah Kholil lahir pada hari selasa, 11 Jumadil Akhir 1252 H atau bertepatan dengan 1835 M di kampung senenan Desa Kemayoran Kabupaten Bangkalan dari pasangan KH. Abdul Latif dan Ibu Nyai Maryam. Secara silsilah keluarga Mbah Kholil antara lain:
- Nabi Muhammad SAW
- Sayyidina Fatimah Az Zahra
- Sayidina Husein
- Sayidina Ali Zainal Abidin
- Sayidina Muhammad Baqir
- SayidinaJafar Shodiq
- Sayidina Ali Al Uraidi
- SayidinaMuhammad Tsaqib
- Sayidina Isa
- Sayidina Ahmad Muhajir
- Sayidina Al Ardibur
- Sayidina Alwi
- Sayidina Muhammad
- Sayidina Alwi
- Sayidina Ali Kholi Qosim
- Sayidina Muhammad Shahib Mirbad
- Sayidina Ali
- Sayidina Abdul Malik
- Sayidina Abdullah Adhimah Kham
- Sayidina Ahmad Syah Jalal
- Maulana Jamaluddin Akbar
- Maulana Ali Nuruddin
- Maulana Umadduddin Abdullah
- Syarif Hidayatullah Cirebon
- Syarifah Khodijah (Istri Sayyid Abdurrahman Baasyaiban)
- Syaid Sulaeman Jombang
- Kiai Abdullah
- Kiai Asror Karamah
- Kiai Muharram
- Kiai Abdul Karim
- Kiai Abdul Hamim
- Kiai Abdul Latif
- Kiai Muhammad Kholil
Pendidikan
Mbah Kholil sejak kecil sudah didik dengan ajaran Islam oleh ayahnya Kiai Latif. Selain ajaran Islam, Mbah Kholil juga dididik dengan ajaran kemanusian, moral, dan budi pekerti. Sejak kecil bakat dan kecerdasan Muhammad Kholil sudah tampak ini terbukti dengan mudahnya beliau menghafal kitab Alfiah (Kitab Nahwu 1000 bait).
Kiai Abdul Latif sadar akat bakat ilmu Muhammad Kholil kecil, sehingga menginjak remaja Muhammad Kholildikirim untuk mondok di pesantren di sekitar Bangkalan. Setelah dirasa cukup mondok di pesantren Bangkalan atau sekitar 1850-an KH. Muhammad Kholil dikirim mondok di pesantren-pesantren pulau Jawa, antara lain Pesantren Langitan Tuban (Pendiri dan pengasuhnya Kiai Muhammad Noer), Pesantren Cangaan Bangil Jawa Timur (Pendiri dan pengasuhnya Kiai Asyik), Pesantren Darussalam Kebon Candi Pasuruan (Pendiri dan pengasuhnya Kiai Arif), Pesantren Sidogiri Pasuruan (Pendiri dan pengasuhnya Kiai Muhammad Noer).
Dari mondok di berbagai pesantren di pulau Jawa tersebut tidak terdapat data spesifik mengenai kurun waktu KH. Muhammad Kholil mondok terkecuali Ponpes Sidogiri dan Ponpes Kebon Candi. Selama di Kebon Candi, KH. Muhammad Kholil juga belajar pada Kiai Noer Sidogiri. Jarak Kebon Candi-sidogiri adlah 7 km dan ditempuh KH. Muhammad Kholil setiap hari dengan berjalan kaki. Hal ini dilakukan KH. Muhammad Kholil setiap hari demi membiayai hidup dan belajar agama \-dengan menjadi buruh batik di Kebon Candi.
Tahun 1959, setelah serasa cukup menempuh pendidikan pesantren di Indonesia, KH. Muhammad Kholil melanjutkan pendidikan di Makkah. Di Kota Mekkah KH. Muhammad Kholil seangkatan dengan Syaikh Imam Nawawi Banten, Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, dan Syaikh Ahmad Yasin Padang. Menurut salah satu keluarga KH. Muhammad Kholil menuntut ilmu di mekkah kepada Syaikh Ali Rahbini, Syaikh Ali Al-Mishri, Syaikh Umar As-Sani, Syaikh Khalid Al-Azhari, Syaikh Al-Aththar, dan Syaikh Abun Naja. Untuk memenuhi kebutuhan hidup dan belajar. Untuk memnuhi kebutuhan hidup selama hidup di Makkah KH. Muhammad Kholil bekerja dengan menulis berbagai risalah dan Kitab yang kemudian dijual.
Atas perintah gurunya Syaikh Ali Rahbini, KH. Muhammad Kholil diperintahkan untuk kembali ke tanah Jawa untuk membantu umat. Setelah kepulangnyya, beliau mendirikan sebuah pesantren di daerah Cengkubuan, sekitar 1 Kilometer Barat Laut dari desa kelahirannya. Selain itu sebagai pimpinan pondok pesantren, KH. Muhammad Kholil tereknal sebagai seorang ahli fiqh, tarekat, dan seoarang hafidz.
Menikah
Menurut beberapa sumber, sebelum belajar di Mekkah KH. Muhammad Kholil dinikahkan dengan Nyai Aysik, anak perempuan Lodra Putih. Diperkirakan usia beliau saat itu umur 24 tahun. Dari pernikahan tersebut beliau dianugerahi seorang putra yang bernma Muhammad Imron dan seorang putro yang bernama Rohmah. Setelah kepulangan dari Mekkah KH. Muhammad Kholil menikah dengan Nyai Misi dan mempunyai anak perempuan yang bernama Asma.
Perjuangan
Seperti halnya para santri yang pulang setelah belajar ilmu, mereka melakukan perjuangan dengan menjadi pengajar untuk mengamalkan ilmunya atau ikut mendirikan padepokan atau pesantren. Hal tersebut juga yang dilakukan Begitu pula KH. Muhammad Kholil memulai perjuangan dakwahnya dengan mendirikan sebuah pondok pesantren di daerah Cengkububan, sekitar 1 kilometer barat laut dari desa kelahirannya.
Muhammad Kholil terkenal sebagai seorang ahli fiqih dan tarekat. Bahkan, , beliau dikenal sebagai salah seorang kiai yang dapat memadukan kedua hal tersebut dengan serasi. Kemampuan KH. Muhammad Kholil menjadi magnet bagi para santri untuk belajar dan menuntut ilmu agama kepada beliau. Setiap hari semakin banyak santri yang berdatangan dari daerah-daerah lain untuk belajar.
Ketika putrinya Siti Khatimah dinikahkan dengan Kiai Muntaha, keponakannya sendiri, pesantren tersebut kemudian diserahkan kepada menantunya. KH. Muhammad Kholil sendiri kemudian mendirikan pesantren lagi di daerah Kademangan, hampir di pusat kota, sekitar 200 meter sebelah barat alun-alun kota Kabupaten Bangkalan. Letak pesantren yang baru itu, hanya berselang 1 kilometer dari pesantren lama dan desa kelahirannya. Karena kedalaman keilmuan di bidang fiqih dan tarekat KH. Muhammad Kholil dengan cepat memperoleh santri lagi. Bahkan, santrinya tidak saja berasal dari daerah sekitar kampungnya saja, tetapi juga dari berbagai pulau di luar pulau Madura.