Karena ada jaminan surat dan setelah situasi dianggap aman, maka Kiai Abdullah Sajjad beserta rombongan kembali ke Guluk GuluKiai Pada sore itu ketika baru saja pulang dan pengungsiannya, beliau melaksanakan shalat ‘Ashar di mushalla Latee bersama-sama dengan para jamaah. Sebagian masyarakat yang tahu atas kembalinya beliau dan pengungsian, datang berduyun-duyun untuk sowan. Saat itu tidak ada tanda-tanda bakal terjadi sesuatu, setelah selesai menunaikan Shalat ‘Ashar, suasana tetap tenang
sebagairnana biasa. Tapi ketika usai shalat Maghrib, sekitar tujuh orang Cakra dengan tentara Belanda datang menghadap beliau seraya meminta kepada Kiai Abdullah Sajjad agar bersedia untuk ikut serta ke markas Belanda di Kemisan. Secara spontanitas H. Abd. Hamid berdiri dan mengatakan bahwa dirinya yang dimaksud oleh Belanda. Namun Kiai Abdullah Sajjad Iangsung berdiri dan mengakui bahwa yang dicari adalah dirinya.
Waktu itu para anggota Sabilillah beserta para santri menyampaikan keinginan mereka untuk ikut bersarna-sarna mendampinginya, karena mereka khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Akan tetapi permintaan mereka tidak dikabulkan oleh beliau, dan mengatakan bahwa semua urusan dengan pihak Belanda akan diselesaikannya sendiri, dan berharap kepada santri beserta yang lainnya untuk tetap tenang.
Berangkatlah Kiai Abdullah Sajjad dengan duiring oleh tentara Cakrá dan Belanda menuju ke markasnya di Kemisan untuk memenuhi permintaan Belanda. Beliau tidak ingin menjadikan santri dan masyarakat sebagai korban kekejaman Belanda. Walaupun firasatnya mengatakan bahwa Belanda akan berbuat curang, namun beliau tetap bersikukuh untuk bersikap jantan.
Setelah keberangkatan beliau, suasana pondok pesantren tetap berada dalam keadaan tenang sekalipun dalam perasaan mereka diliputi kecemasan. Setelah Kiai Abdullah Sajjad berada di markas Belanda, temyata disodori surat “Menyerahkan diri kepada Belanda” untuk ditanda tanganinya, tapi ditolaknya sehingga menimbulkan kemarahan Belanda.