Kiai Abdullah Sajjad: Tokoh yang Tegas dan Berkarakter

Dalam perkembangannya, minat peserta pengajian tidak saja terbatas pada pada masyarakat yang berdekatan dengan pesantren, tetapi juga meluas hingga ke berbagai daerah di Kabupaten Sumenep dan Pamekasan.   Beliaulah yang dikenal sebagai perintis pertama pengajian umum di Pesantren Annuqayah. Beliau juga dikenal dekat dengan dan begitu memperhatikan  masyarakat bawah. Ini misalnya, sebagaimana dikisahkan Kiai Abdul Basith, salah satu putranya dari Nyai Aminah Az-Zahra’, setiap mendengar ada tetangga sakit, Kiai Abdullah Sajjad biasanya mengajak sebagian santrinya untuk menjenguk dan sekaligus membacakan Qasidah Burdah untuk si sakit. Jiwa sosial yang demikian mendalam mengaliri kepribadiannya.

Kalau Kiai Abdullah Sajjad lebih bergerak di luar, tidak halnya dengan Kiai ilyas. Kiai Ilyas lebih bergerak dalam membenahi internal pesantren. Ekspansinya yang demikian luas ke luar ini menyebabkan Kiai Abdullah Sajjad begitu mudah mendapat pengakuan masyarakat dan sebagai konsekuensinya beliau pernah terpilih menjadi kepala desa Guluk-Guluk. Penerimaannya untuk menjadi kepala desa didasarkan pada keinginan beliau untuk menanamkan Islam kepada warga masyakatnya melalui institusi desa. Dengan demikian, lengkaplah peran dakwah Kiai Abdullah Sajjad. Di samping ditopang  pola pendekatan kultural melalui pengajian-pengajian umum yang telah dirintisnya, beliau juga memanfaatkan pola pendekatan struktural melalui lembaga desa.

Figur yang Kokoh Pendirian     

 Kiai Abdullah Sajjad merupakan tokoh yang tegas dan berkarakter.  Tokoh yang satu ini  tangguh dalam membela prinsip yang dipegangi dan lebih bersifat reaktif, atau bahkan cendrung antipati terhadap pelecehan yang dilakukan kalangan “modernis”. Sebagaimana diketahui, pertentangan antara kelompok “modernis” yang kerap diasosiakan dengan dengan Muhammadiyah dan kelompok “tradisionalis” yang diasosiasikan dengan Nahdlatul Ulama demikian meruncing, tidak terkecuali pada masa Kiai Abdullah Sajjad. Kiai Abdullah Sajjad dengan karakternya yang tegas dalam memebela prinsipnya pun terleibat dalam “pertarungan” gagasan ini. Ini misalnya, sebagaimana diuturakan Kiai Abdul Basith, dalam lembaran catatannya Kiai Abdullah Sajjad pernah menulis  pembelaan terhadap penggunaan kata ushalli setiap kali memulai salat: satu hal yang didebat oleh kalangan Muhammadiyah. Model pembelaan ini juga menunjukkan  konsistensi sikapnya dan ketegasan prinsipnya dalam membela keyakinan yang dianjurkan para ulama salafus shalih.

Bukti lain yang menunjukkan konsistensi dalam mempertahankan prinsip adalah anjurannya untuk selalu berhati-hati dan benar-benar mencermati ketika membaca “kitab-kitab tertentu”.  Sebagaimana diutarakan Kiai Abdul Basith, Kiai Abdullah Sajjad pernah menulis catatan di lembaran kitab Fushusul Hikam karya Muhyiddin Ibn ‘Arabi yang menjelaskan anjuran untuk berhati-hati dalam membacanya sehingga tidak melahirkan kesimpulan yang “menyesatkan”. Tentu saja anjuran ini merupakan bagian dari pembelaannya terhadap prinsip yang diyakininya. Tentu saja, pembelaan tersebut diterapkan secara serampangan, tetapi melalui penelusuran dan pengamatan kritis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.