Dalam keadaan demikian, diantara kekhawatiran, kecemasan dan pesimisme semacam ini, muncul gagasan dari kalangan yang menyebut dirinya “kawula muda” untuk mengaktualkan posisi kebudayaan Madura dalam porsi sebenarnya, melalui bahasa Kongres Kebudayaan Madura. Pertanyaannya, apakah Kongres Kebudayaan akan melahirkan instrumen untuk membangkitkan semangat berbudaya bagi masyarakat Madura?. Atau sekedar meramaikan suasana untuk mendapatkan applause wilayah kepentingan? Atau bisa jadi sebagaimana banyak dihawatirkan tak lebih dari basa-basi dalam konsumsi ceremonial.
Barangkali kekhawatiran tersebut masuk akal, karena sebagaimana diprediksi sebelumnya, wacana kongres kurang membumi dan bahkan terasa hambar di kalangan pelaku budaya. Bisa jadi sebagaimana kebiasaan-kebiasaan umum, sebuah pertemuan (kebudayan) akan berjalan ditempat bila tanpa diimbangi dalam realitas di masyarakat. Sebab rekomendasi saja tidak cukup tanpa diimbangi oleh kesadaran bersama. Pemerintah yang sejak awal “ditakdirkan” menjadi regulator dan fasilitator kebudayaan kerap “tidak becus” menanganinya, lantaran persoalan-persoalan kekuasaan menjadi senjata klasik yang tak pernah selesai. Maka tak heran bila peran dan fungsi Pemerintah selama ini tak lebih dari operator; sebatas sebagai pelaksana-pelaksana kegiatan kesenian.
Tentu masyarakat Madura banyak berharap dari hasil kongres, meski tidak dengan keyakinan penuh, sebab selama keadilan dalam menjalani misi kebudayaan tetap saja timpang, sama artinya sebuah kongres kebudayaan tak lebih dri wacana dalam angan-angan
Mari Bersama-sama Melestarikan Nilai & Budaya Madura..
Tim NyapsaB.org [Pelestarian Nilai & Budaya Madura]