Oleh Adhie M Massardi
Dalam anekdot Madura, kerap orang Madura menjadi bulan-bulanan, namun sisi yang lain obyek banyolon itu justru menjadi kritik mematikan, sebagaimana cerita dibawah ini:
Madura dalam geo politik nasional bukan sekedar satu di antara 17.508 pulau milik Republik Indonesia. Makanya meskipun berabad-abad jadi subordinat kekuasaan di Jawa (Timur), Madura tetap eksis dengan etnis dan kulturnya yang khas, yang sering juga dijadikan simbol “intelektual tradisional”.
Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan KH Hasyim Asy’ari dan intelektual Muslim (tradisional) pada 1926, adalah gagasan lanjutan tokoh-tokoh Islam Madura, antara lain Syaichona Cholil, salah satu guru kakeknya Gus Dur itu. Itu sebabnya “jagoan” NU sering jadi “bukan siapa-siapa” di hadapan tokoh tertentu Madura.
Dalam pengertian positifnya, Madura bagi kaum Nahdliyin bisa disamakan dengan Sisilia bagi kaum “Mafiawiyah” Italia. Sebab di Madura juga ada kiai tak terkenal tapi berkualitas “Don” dan sangat dihormati kaum Nahdliyin.
Sebenarnya bukan hanya Nahdliyin yang menganggap Madura “Sisilianya” kaum tradisionalis, dengan cara berpikirnya yang sering bisa mematahkan argumentasi kaum modernis. Bahkan dalam salah satu anekdot, Presiden BJ Habibie yang “profesor doktor” itu pernah jadi tampak bodoh ketika bertandang ke Madura.
bagus sekali joke nya setuju; siip, sip jokenya