Bagaimana dengan legalitas kongres kebudayaan madura itu?. Untuk menjawab pertanyaan itu, ada beberapa Hal yang harus kita pahamai bersama.
Pertama, memahami apa arti budaya, pengertian budaya sangatlah berfariasi dan semuanya masih membutuhkan Penafsiran-penahsiran, Seperti yang sering kita dengar dan baca dalam berbagai referinsi, bahwa budaya adalah hasil karya, karsa, cipta manusia.
Ada pula yang mendefiniskan bahwa budaya adalah Hal-hal yang berkaitan dengan budi pekerti dan akal manusia, Marville J. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari suatu generasi kegenerasi yang lain.
Kebudayaan mengandung pengertian yang holistik dan kaffah tidak sepotong-sepotong, Serta ada unsur nilai spritual, Norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur sosial, nilai-nilai artistik yang menjadi identitas dan ciri khas masyarakat tertentu.
Kedua, aspek legalitas atau keabsahan, yang pada konotasinya merujuk pada aspek hukum dan mengikat, sehingga mendapat pengakuan secara legal formal, dan tidak terbantahkan oleh teori apapun.
Ketiga, adalah aspek kesejarahan, dimana kebudayaan Madura telah berlangsung sejak lama, entah kapan dimulainya.
Pada jaman kerjaan Arya Wiraraja, raja pertama Sumenap dan kerajaan-kerajaan setelahnya serta kerajaan di tiga kabuapten lainnya, telah menghasilkan tradisi dan budaya yang tak terhitung jumlahnya, Mulai dari aspek spritual keagamaan, sosial, kesenian, bahasa yang telah membentuk karakter menjadi suku yang bernama Madura.
Waktu telah membuat kebudayaan-kebudayaan madura mulai tergerus oleh budaya asing, dan kebudayaan-kebudayaan suku lain di Indonesia dan hampir mencapai puncak klimaks, yaitu kepunahan.
Bahkan orang Madura hampir malu menggunakan bahasa nenek moyangnya, yaitu bahasa Madura. Ditengah ironi itu, masih pantaskah kita bertanya dan bahkan mencurigai anak Madura yang berusaha mengangkat dan melestarika serta menumbuhkan kecintaan kepada kebudayaan tumpah darahnya.