Oleh: Mustain Saleh
Pada tahun 2005-2006 ini, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudoyono atau yang lebih kita kenal dengan sebutan SBY mencanangkan dua tahun tersebut sebagai tahun budaya dan seni nusantara. Pencanangan tersebut dimulai dengan adanya kirab budaya dan seni dari 33 propinsi yang ada di Indonesia. Secara sederhana kita nilai hal tersebut adalah langkah yang sangat brilian untuk membuktikan kembali eksitensi negara Indonesia sebagai negara yang ber-Bhineka. Kita tahu bahwasannya beragam seni dan budaya bertebaran di-seantero daerah pada negara yang bernama Indonesia. Bahkan keanekaragaman tersebut berhasil menjadi daya tarik sendiri dari bangsa kita.
Keinginan pemerintah untuk menjadikan tahun ini dan tahun depan sebagai tahun budaya dan seni nusantara tentunya mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Sebagai orang awam pencanangan tersebut boleh kita simpulkan sebagai suatu upaya membangkitkan kembali semangat masyarakat Indonesia untuk kembali mencintai, dan memgembangkan segala bentuk seni dan budaya di sekitar mereka yang telah turun-temurun diwariskan oleh nenek moyang kita kepada anak cucunya. Sebab tidak dapat pula kita pungkiri sedikit banyak perubahan yang terjadi saat ini terhadap masyarakat Indonesia khususnya generasi muda mengenai pola dan gaya hidup mereka dipengaruhi oleh seni dan budaya luar yang masuk ke dalam negeri kita. Lalu apakah seni dan budaya asing tersebut memang benar-benar telah berhasil merasuki jiwa masyarakt Indonesia, sudah usangkah seni budaya Indonesia sehingga mulai tergeserkan oleh budaya luar tersebut?
Kebudayaan yang memiliki arti hasil cipta yang mana dapat berupa kepercayaan, kesenian ataupun adat-istiadat, sedangkan budaya sendiri memiliki arti akal atau pikiran, tentunya mempunyai tujuan. Dan tentu saja tujuan dari budaya itu sendiri adalah hendaknya nantinya suatu masyarakat tersebut menjadi lebih maju dan beradap. Mungkin kita harus akui bahwasannya budaya-budaya asing yang masuk ke negara kita memiliki dampak positif terhadap kemajuan masyarakat Indonesia dalam beberap hal, namun kita juga perlu lihat sisi satunya apakah seni dan budaya asing tersebut membuat masyarakat kita semakin beradap?. Dan jawaban untuk pertanyaan terakhir tersebut adalah tidak. Bagaimanapun kita masih menganut adap ketimuran yang sangat kontras sekali dengan adap barat.
Ada lagi hal menarik bila kita berbicara tentang budaya. Akhir-akhir ini sering kita hadapi penyalahartian dari budaya itu sendiri. Pernah suatu ketika saya bertemu temen dari luar pulau Madura yang beranggapan bahwasannya carok adalah budaya dari pulau garam ini. Walau sudah menjelaskan dengan panjang lebar bahwasannya carok tersebut hanyalah pembelaan diri dari masyarakat Madura yang disalahi bukan budaya seperti yang dia katakan sebelumnya, namun temenku tersebut nampaknya hanya manggut-manggut saja tanpa merasa bersalah dan tetap tidak mencabut pernyataannya.