“Tak jarang saya bertemu dengan turis asing di sini. Ya, memang tak banyak. Tapi sepertinya Lombang selalu tak luput dari agenda turis,” ujar Ahmad Nizar (27 tahun), salah satu pengunjung wisata di kawasan Pantai Lombang pada tabloid ini, Selasa (10/12).
Di hari-hari biasa memang jarang ditemui kerumunan pengunjung. Kalaupun ada biasanya dari kalangan muda-mudi saja. Ada yang bergerombol, ada juga yang cuma berpasangan. Yang bergerombol biasanya kalangan pelajar atau mahasiswa.
“Sepanjang yang saya tahu, rata-rata yang datang ke sini untuk menyegarkan pikiran. Yaa, cari hiburanlah,” kata Nizar.
Menurut Nizar, Lombang memang cocok bagi mereka yang mencari ketenangan. Karena lokasinya yang jauh dari keramaian, suasana pantai juga khas. “Ya, di sini kalau bagi saya pribadi memang banyak memiliki kekhasan. Ya ombaknya, ya pasirnya, pepohonannya, dan lainya,” tambah warga jalan Barito desa Pandian kecamatan Kota Sumenep ini.
Ya, pantai yang terletak di sebelah timur Sumenep, kira-kira 30 km dari Kota Sumenep tepatnya di Kecamatan Batang-Batang ini menjadi salah satu wisata alam unggulan di Sumenep karena memiliki kekhususan tersendiri. Di pantai ini, selain deburan ombak yang cukup tenang dan pasir putih yang sangat halus, para pengunjung juga akan disuguhi dengan rimbunnya pohon cemara udang yang berjajar mengikuti garis bibir pantai.
“Pantai lombang memang menyuguhkan hal yang tidak ditemukan di pantai pantai lain di nusantara. Selain ditumbuhi pohon cemara udang yang besar-besar dan rindang, juga pasir putihnya yang bersih dan menawan. Ombak juga tidak terlalu besar, sehingga pengunjung bisa bebas mandi di pantai tanpa khawatir diserbu gelombang tinggi,” kata Nizar lagi.
Selama ini Lombang selalu menjadi idola pada saat pesta hari raya kupatan atau ketupat (tellasan topa’: Madura) , yakni tujuh hari pasca hari raya ‘Idul Fithri. Beribu-ribu pengunjung akan memadati pantai untuk merayakan hari raya ketupat bersama keluarganya. Tentu, hasil retribusi pengunjung menyumbangkan PAD bagi daerah.
Pasca Suramadu, objek wisata ini dalam design plan-nya akan dilengkapi berbagai fasilitas yang membuat nyaman pengunjung, khususnya dari luar daerah. Di era bupati Ramdlan Siraj, bahkan salah satu kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (sekarang Dispbudparpora) masa itu pernah optimis Lombang sepuluh tahun ke depan akan menjadi Bali kedua. Hal itu akan didukung oleh rencana pembangunan hotel dan penginapan, serta akses transportasi langsung ke tempat wisata. Bahkan, bandar udara Trunojoyo Sumenep, direncanakan dioperasionalkan untuk penerbangan domestik. Paling tidak, wisata pantai Lombang diyakini akan menjadi salah primadona bagi pelancong luar negeri maupun domestik selain beberapa referensi tujuan wisata di jatim lain, seperti Bromo misalnya.
“Ya kita berharap impian-impian besar itu bisa terwujud. Karena Lombang memiliki potensi untuk lebih maju. Ya, tentunya ini harus melibatkan semua unsur. Semua lapisan harus ambil bagian dalam visi misi besar itu, yakni Lombang jadi Bali kedua,” pungkas Nizar sambil tertawa lepas.
Khas Lombang: Cemara Udang
Dalam cerita di buku babad Sumenep disebutkan ada salah satu tokoh asing yang pernah berniat menaklukkan Sumenep. Pada waktu itu Sumenep diperintah oleh salah satu tokoh legendaris yang bernama Joko Tole alias Ario Kudopanole atau Jaranpanole alias Pangeran Ario Secodiningrat ke-III.
Tokoh asing yang disebut dalam karya pamungkas Musaid atau Raden Werdisastra ini bernama Dempo Awang. Singkat cerita Dempo Awang yang dalam kisah tersebut memiliki sebuah perahu besar yang bisa terbang itu diluluhlantakkan oleh Joko Tole. Bahkan perahunya hancur lebur, dan tiang-tiangnya berhamburan menancap di beberapa lokasi, salah satunya di perempatan desa Pandian Sumenep (tepatnya di kampung Pelar atau tiang dalam bahasa Indonesianya).
Nah, dalam beberapa cerita tutur masyarakat sekitar Lombang konon ekspedisi Dempo Awang tersebut memiliki benang merah dengan salah satu kekhasan wisata Lombang, yakni pohon Cemara Udang. Dengan asumsi mereka bahwa sebelumnya tanaman tersebut hanya pernah ada di kawasan Tiongkok.
“Ya para penduduk di sini, seperti penduduk Legung, Dapenda, Lombang yang ada di sekitar Pantai Lombang, Sumenep, Madura yakin kalau tanaman ini berasal dari Cina,” tutur Abdul Aziz salah satu penjual bibit maupun bonsai pohon Cemara Udang di kawasan wisata Pantai Lombang.
Memang, pada faktanya cemara udang banyak ditemui di wilayah pesisir timur di Madura. Selain bermanfaat mencegah abrasi pantai, cemara ini rupanya bisa disulap menjadi tanaman hias dengan harga sangat fantastis.
“Ya sebenarnya nilai rupiahnya juga tergantung pada selera pembeli. Kalau saya sendiri biasanya menjual bonsai cemara udang mulai dari harga Rp 400 ribu hingga di atas Rp 1 juta,” kata Aziz.
Sedangkan bibit cemara udang menurut Aziz berkisar Rp 40 ribu. Dalam penuturannya, pria dua anak ini sudah menggeluti usaha cemara udang selama puluhan tahun. “Seingat saya lebih dari tiga puluh tahun yang lalu,” akunya.
Dalam faktanya memang pohon Cemara Udang merupakan tanaman khas yang memiliki banyak kegunaan selain nilai estetikanya. Jika di pesisir pantai efektif sebagai penangkis ombak sekaligus penahan angin pantai, ternyata kendati di tanam di perkotaan juga memiliki manfaat yang tak sedikit. Seperti membuat teduh pengguna jalan. Pohon ini juga terkesan tak mengotori jalan, karena tekstur daunnya yang beda dengan pohon-pohon penghijau lingkungan lainnya.
“Disamping itu juga perawatannya tidak susah, pemangkasannya juga paling tidak hanya tiap tahun,” tutur Sumad, salah satu penjual bibit Cemara Udang di kawasan tersebut.
Baik Aziz atau Sumad juga berbagi pengetahuan mengenai budidaya pohon Cemara Udang ini. “Caranya sangat mudah. Saya kira siapa saja bisa belajar dan langsung praktek dengan mudah,” kata Aziz yang dikenal akrab dengan panggilan Aziz Bonsai ini.
Dijelaskan Aziz, pembibitan dimulai dari biji cemara. Biji Cemara Udang yang digunakan adalah biji yang diambil dari buah cemara udang yang sudah matang. “Ciri – ciri buah cemara udang yang sudah matang adalah kulit buahnya berwarna hijau ke kuning-kuningan dan sudah merekah di ujung buahnya. kemudian buah tersebut di jemur agar biji yang berada di dalamnya mudah untuk dikeluarkan selama 3 hari atau kurang lebih 36 jam (tergantung kondisi cuaca), setelah proses penjemuran selesai kemudian biji dikeluarkan dengan cara membuka cangkang buahnya. setelah biji dikeluarkan kemudian dilakukan penjemuran selama 6 jam(tergantung kondisi cuaca) agar biji benar-benar kering dan siap semai,” tambahnya panjang lebar.
Setelah itu penyemaian dilakukan dengan cara mengambil biji cemara yang sudah kering kemudian direndam dalam larutan fungisida selama 30 menit, lalu dikeringkan sampai biji benar-benar kering. Sebelum proses penyemaian dilakukan, tanah untuk lokasi semai harus sudah siap, setelah lokasi semai siap baru biji yang yang telah diberi fungisida disebar dengan tangan secara merata diatasnya. Penyemaian biji dimaksudkan untuk mendapatkan benih/bibit cemara udang, jangka waktu penyemaian kurang lebih 2 bulan atau sampai benih cemara udang mencapai tinggi 7 cm.
Yang terpenting dan harus diingat, kata Aziz, dalam proses pembibitan tersebut jangan sampai terkena air hujan terus menerus. “Juga dijaga jangan sampai dikerubuti semut,” katanya lagi.[han/Lontar Madura]