Ritus Tujuh Jumat
Sebagai kekayaan budaya, ritual Topeng Galur menggugah warga desa untuk melibatkan diri dalam prosesi yang digelar di persawahan. Jauh sebelum pelaksanaan, segala sesuatunya dibicarakan di rumah adat di wilayah Sumenep yang disebut “Tanean Lanjhang”. Rumah ini digambarkan seperti pohon pisang yang berkelompok dan tumbuh mengelilingi induknya, begitu pun bangunan tersebut dilengkapi tempat shalat dengan pelataran yang luas.
Prosesi ruwatannya dikenal dengan sebuan ritual tujuh Jumat. Pada Jumat pertama hingga ke-7, para Topeng Galur diarak keliling kampung mendatangi rumah-rumah warga. Setiap warga yang dikunjungi mengambil contoh hasil buminya kemudian mengiringi topeng, setelah semua rumah lalu menuju ke tengah sawah untuk menggelar ritus utama.
Setelah ruwatan selesai, orang-orang kembali ke rumah untuk meletakkan contoh hasil bumi itu di tempat tersendiri seraya berharap agar upayanya untuk bercocok tanam berhasil baik sehingga bisa mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Selama ritual berlangsung juga dilakukan pembacaan kitab suci Al Qur’an, sebuah sinkretisme budaya warisan abad silam. Namun tradisi ini tidak terawat dan hilang di era 70-an.
Sebagai seni pertunjukan Toro melibatkan seniman asal Surabaya dan Sumenep melalui proses latihan secara parsial berdasar naskah tontonan berdurasi 20 menit. Untuk kelompok teater di Sumenep ditangani Agus Suharjoko sedangkan tari dilatih oleh Agus Gepeng sementara Toro mengolah garapan music dan teater di Surabaya dibantu oleh istrinya, Sri Mulyani sebagai koreografer.
“Dari konsep besar dimatangkan jadi skenario kemudian mengidentifikasi elemen pendukung. Dalam pertunjukan diwarnai dengan banyak topeng untuk memperkuat teaterikalnya,” tutur Toro, penerima penghargaan Gubernur Jatim atas pengabdiannya pada musik tradisi. (Rokimdakas/t)
http://kominfo.jatimprov.go.id/