Madura Sebelum Tahun 1700
Di antara para penguasa lokal di pulau terdapat para bangsawan yang takluk atau para gubernur, baik asal Madura maupun asal Jawa. Dalam Nagarakertagama, salah satu kekawin dari tahun 1365, ungkapan dari salah seorang penyair istana yang terkemuka di Majapahit, disebutkan bahwa raja di kerajaan kecil Sumenep di Madura Timur adalah bekas pejabat pada istana Singasari (Pigeaud 1962—1963, III: 48; De Graaf dan Pigeaud 1974: 175).
Di zaman Majapahit, beberapa keluarga raja Madura mempunyai hubungan keluarga dengan bangsawan istana Jawa (De Graaf dan Pigeaud 1974: 170 dan 176; Krom 1931: 331). Para raja di Pulau Madura berkewajiban menyerahkan upeti-upeti tertentu, mungkin juga tenaga-tenaga kerja, kepada raja tertinggi di Jawa dan pada waktu tertentu menyatakan kesetiaan mereka, antara lain dengan memberikan uang pengakuan, melakukan kunjungan kehormatan, dan ikut serta dalam pesta-pesta di istana (Pigeaud 1962 — 1963: passim).
Dalam abad ke-16, karena munculnya agama Islam di kepulauan dan juga karena kesulitan-kesulitan intern, istana Majapahit yang pernah berkuasa itu, kehilangan kekuasaan pengawasan atas kerajaan-kerajaan di pesisir utara Jawa. Kerajaan-kerajaan kecil yang takluk tersebut berkembang menjadi negara-negara pesisir kecil yang bebas dan yang saling bersaing mendapatkan hegemoni di lautan.
Menurut cerita tradisi, para raja Madura tetap setia kepada kekuasaan tertinggi istana sampai Kerajaan Majapahit jatuh pada tahun 1572. Sesudah itu mereka mengakui kekuasaan tertinggi dan Kesultanan Demak yang telah berhasil keluar sebagai pemen ang terkuat dalam perebutan kekuasaan. Demak yang terutama bertumpu kepada perdagangan di seberang lautan, mungkin menggunakan Pulau Madura sebagai basis pen yerangan dalam perjuangan, yang juga bermotif ekonoini, terhadap beberapa daerah di ujung timur Jawa yang tetap “kafir” dan didukung oleh Bali (De Graaf dan Pigeaud 1974: 170—171). Penyebaran agama Islam dan pertumbuhan perdagangan dalam abad ke-16 terjadi bersamaan. Di mana-mana di sepanjang pesisir, bermukimlah pedagang-pedagang Islam, di antaranya banyak orang Melayu.
Sebelum Keraaan Majapahit runtuh, Madura sudah berkenalan dengan agama Islam. Pulau ini mengadakan hubungan yang erat dengan Gresik dan Surabaya, tempat para peinimpin agama Islam, Sunan Giri dan Sunan Ampel bermukim (De Graaf dan Pigeaud 1974: 139—155 dan 159—160). Usaha pengislaman maju dengan pesat setelah Madura pada paroh kedua abad ke-16, yaitu setelah Demak runtuh, berada di dalam daerah pengaruh kantong perdagangan Surabaya yang kaya (De Graaf dan Pigeaud 1974: 162—168).
Datanya cukup lengkap dan menarik.
Tolong juga sajikan tentang pendaratan Belanda di Madura pertama kali (tahun 1596), disitu juga ada pertempuran antara rakyat madura dg belanda. saya kira itu akan jadi kajian yg menarik
mantap
Terima kasih. Silakan berkunjung di posting yang lain