Setelah dipandang beberapa lama di Mataram maka Raden Bugan disuruh pulang kembali ke Sumenep. Ia diperintahkan untuk mengabdi kepada Tumenggung Jang Pati selaku Bupati Sumenep. Dalam perjalanan dan Mataram ke Sumenep, Raden Bugan menyebrang di selat Madura dengan mengendaral perahu bersama Kyai Cirebon. Sesampainya di perairan Sampang, mampir ke pulau Mandangin, dan bertemu dengan Trunojoyo, Ialumengikat janji bahwa pada suatu ketika akan bertamu ke Sumenep tempat Raden Bugan mengabdi nantinya.
Raden Bugan melanjutkan perjalanannya, tapi tiba-tiba perahu yang ditumpanginya terasa lamban. Maka Raden Bugan lalu menghunus tombak untuk dijadikan dayung, laju perahu tiba-tiba berjalan kembail. Tombak tersebut kemudjan diberi nama “Serangdayung”. Sesampinya di Sumenep, Raden Bugan menghadap Tumenggung Jaingpati dan kemudian menjadi abdi
Keraton. Karena kerja Raden Bugan di nilai baik dan terampil Ia cepat diberi gelar Raden Wangsawijaya.
Suatu ketika Tumenggung Jaingpati (Adipati Sumenep) menerima surat dari Raden Trunojoyo yang bermaksud ingin berkunjung ke Sumenep. Namun Tumenggung Jaingpati menanggapi lain, menyangka Raden Trunojoyo ingin melakukan penyerangan ke Sumenep. Tumenggung merasa khawatir, mernerintahkan menunjuk Raden Bugan Wangsajaya untuk menyambut kedatangan Raden Trunojoyo.
Akhirnya Raden Bugan berangkat bersama dengan sekitar 700 orang pasukan perang ke arah perbatasan Sumenep — Pamekasan. Setelah hampir dekat dengan posisi perkemahan pasukan Trunojoyo maka Raden Bugan membuat perkemahan untuk peristirahatan para bala tentaranya. Ketika tengah malam Raden Bugan keluar naik kuda sendirian menuju ke arah barat sampai di desa Kaduara Timur ia berjumpa dengan Raden Trunojoyo sendirian juga naik kuda. Lalu mereka bercakap-cakap sampai pagi hari.
Terimakasih atas artikel yang bermanfaat. Jarang sekali info tentang pernikahan adat Madura dibahas oleh orang-orang.
Teruslah berkarya…