Masyarakat Madura sudah sepatutnya untuk kembali pada jati diri dan merekonstruksi nilai-nilai luhur budaya lokal. Dalam kerangka itu, upaya yang perlu dilakukan adalah menguak makna substantif kearifan lokal, demikian dikatakan Syaf Anton Wr, budayawan Madura pada Seminar Mendistorsi Stigma Negatif Terhadap Madura Dengan Kearifan Seni Budaya Lokal, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Gendewa Institus Ilmu Keislaman An-Nuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk Sumenep, (22/03/14)
Untuk itu menurut Syaf Anton, sebuah ketulusan, memang, perlu dijadikan modal dasar bagi segenap unsur masyarakatnya. “Ketulusan untuk mengakui kelemahan diri masing-masing, dan ketulusan untuk membuang egoisme, keserakahan, serta mau berbagi dengan yang lain sebagai entitas dari warga yang sama”, ujarnya.
Menurutnya, kearifan masing-masing etnik mempunyai kecirikhasan tersendiri, termasuk didalamnya etnik Madura. “Kearifan yang berhubungan dengan makanan (kuliner), pengobatan, sistem produksi, pakaian,hubungan sesama manusia, serta karya-karya sastra atau folklore, merupakan indentitas lokal Madura, yang pelu dilestarikan dan dihidupkan kembali sebagai langkah melawan globalisasi yang makin menekan masyarakat Madura”.
Persoalan stigma negatif yang selama ini menjadi kendala masyarakat madura dalam berinteraksi di luar madura, menurutnya hal tersebut sudah tidak perlu dikhawatirkan lagi, sebab orang-orang Madura telah membuktikan didepan publik melalui berbagai aktifitas dan prestasinya, baik dalam bidang pendidikan, agama, ekonomi, politik dan lainnya menunjukkan jatidiri orang Madura, tidak seperti yang dinilai orang orang diluar Madura.
“Hal macam ini menjadi fenomena baik, selama orang-orang Madura yang ada diperantauan tidak membuat ulah negatif didepan suku atau etnik lainnya. Tentu masalah stigma negatif Madura dianggap selesai”. Tambahnya.
Seminar yang bertempat di Aula Asy-Syarqori dihadiri sekitar 500 santri dan santriwati didalam dan diluar Ponpes Annuqayah itu berlangsung responsif dan memberikan pencerahan baru terhadap pemahaman budaya lokal Madura, yang selama dirasa mengalami kemunduan di tengah masyarakat Madura sendiri.
Selain Syaf Anton wr, tampil pula seorang penyair dari Ponpes Annaqayah Guluk-Guluk M. Faizi, yang menyorot perubahan prilaku masyarakat, khususnya masyarakat pesantren.
Faizi melihat ada kecenderungan terjadi di tengah masyarakat tentang pola pergaulanan kalaman muda, yang kerap menafikan etika, estetika serta adat-istiadat yang menjadi barometer masyarakat Madura dalam menjalan kehidupan sehari-hari.
“Perubahan ini akan terjadi bila kita mulai dari diri sendiri, komunitas kecil seperti keluarga dan seterusnya, yang nantinya akan berdampak positif terhadap orang lain, selama kita menyadari kelemahan dan kekurangan kita. “Untuk megubah prilaku ini memang butuh proses panjang”. Unkap Faizi yang kerap[ melontarkan ucapan-ucapan menggelitik itu.
Seminar yang dikemas dalam program Pekan Seni se Madura itu, dilanjutnya lomba-lomba kesenian, termasuk bedah buku dan bursa buku.
Menurut Ketua panitia, Rofiqi, hari sebelumnya telah dilaksanakan workshop teater, yaitu Workshop Tubuh bersama “Tony Broer”, yang diikuti sejumlah komunitas teater, sampai perform dalam sebuah pementasan. (LM)