- Latief Wiyata *)
Belum kering air mata kesedihan keluarga orang-orang Madura korban konflik sosial di Sambas (Kalimantan Barat, 1996/1997-1999), konflik horizontal serupa meletus di Sampit (Kalimantan Tengah) pada minggu ketiga Februari 2001. Bahkan kini telah merambah Palangkaraya, Kualakapuas, dan Pangkalan Bun.
Meskipun banyak versi tentang jumlah korban-konon ada yang menyebut telah mencapai angka ribuan-yang tidak hanya kaum laki-laki, tetapi juga kaum perempuan dan anak-anak. Sudah pasti peristiwa ini tidak boleh terulang kembali bukan hanya dalam konteks mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa, melainkan lebih daripada itu karena peristiwa tersebut sudah berada di luar jangkauan nalar setiap manusia yang masih memiliki hati nurani dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan.Sebagaimana apa yang terjadi di Sambas, konflik horizontal di Sampit pada awalnya dipicu oleh konflik individual, kemudian tereskalasi menjadi konflik komunal yang pada akhirnya menjadi tindakan kekerasan (communal violence).
Ironisnya, dengan adanya peristiwa-peristiwa ini stereotip negatif orang Madura kembali diungkit-ungkit oleh banyak kalangan baik para pengamat masalah-masalah sosial budaya maupun para pejabat pemerintahan. Padahal jika mau jujur tidak ada masyarakat mana pun yang steril dari stereotip negatif.Hal ini mudah dipahami oleh karena tidak semua orang dari suatu masyarakat dalam kebudayaan mana pun yang dijamin dapat mengaktualisasikan secara konsisten nilai-nilai budaya yang dianut bersama (sha-red cultural values) dalam bentuk sikap dan perilaku kesehariannya.
Meskipun demikian, patut disesalkan jika stereotip negatif dari suatu masyarakat tertentu justru sengaja diungkapkan dan dibesar-besarkan sebagai alat justifikasi atau membenarkan dan mengunggulkan sikap dan perilaku masyarakat yang lain (etnosentrisme). Jika hal ini terjadi, dalam konteks upaya rekonsiliasi terhadap setiap bentuk konflik-yang dianggap bernuansa etnisitas-akan menjadi sia-sia. Tulisan ini akan mengungkapkan dan mendeskrip-sikan beberapa karakteristik sosial budaya orang Madura sebagai bahan refleksi bagi orang luar Madura untuk lebih memahami sikap dan perilaku orang Madura secara lebih proporsional dan kontekstual.