Dewasa ini Carok frekuensinya sudah amat menurun, di ujung timur Madura sudah hampir tak terdengar lagi peristiwa carok. Berkembangnya pendidikan umum maupun pesantren di pelosok-pelosok Madura menumbuhkan kesadaran (terutama generasi muda Madura) untuk tidak mudah/menghindani tindakan-tindakan kekerasan dalam penyelesaian persoalan.
Sebenarnya sejak dulu orang-orang Madura selalu terbuka dan menyambut baik orang-orang / tamu yang datang ke Madura dengan itikad baik. Hal ini disimbulkan / diwujudkan dalam pintu gerbang utama Keraton Sumenep dinamakan “Labang Mesem” yang artinya pintu tersenyum.
Dewasa ini orang-orang yang awalnya dipenuhi rasa khawatir ketika pertama kali menginjakkan kaki di Pulau Madura akan mempunyai kesan yang berbeda seperti yang mereka bayangkan sebelumnya. Mereka tidak akan menjumpai wajah-wajah sangar / tidak bersahabat berpakaian hitam-hitam. Manusia Madura yang ditemui penuh senyum dan keramahan terutama dipelosok-pelosok.
Memulihkan / mengembalikan citra budaya Madura bukanlah persoalan yang mudah. Pandangan steotipe (stigma) yang mengidentikkan budaya Madura dengan kekerasan, keterbelakangan, serta kebodohan memerlukan upaya-upaya yang serius dan ditanggulangi secara bersama-sama oleh orang Madura. Perubahan-perubahan perilaku yang Iebih santun, serta kemampuan menyesuaikan diri pada / kebiasaan setempat (terutama bagi orang Madura yang ada diperantauan) lambat laun akan menghapuskan
image Madura identik dengan kekerasan. Juga kita harus sering mengenalkan keunggulan-leunggulan kesenian Madura (seni tari, seni ukir, pertunjukan, dll) pada dunia luar.
Publikasi-publikasi mengenai Madura harus berimbang dan adil (tidak hanya penonjolannya pada unsur-unsur yang berbau kekerasan). Stigma kekerasan harus dihapus dan pencitraan budaya Madura oieh masyarakat luar agar investor / wisatawan tidak ragu-ragu berkunjung dan menanam investasi di Madura.
Artikel bersambung: