Pertunjukan yang kental dengan tradisi lisan ini ditampilkan dengan dukungan gamelan, saronen, sastra lisan (macapat), tarian topeng diolah menjadi pertunjukan., yang sudah berbeda bentuknya dengan alalabang yang dulu. Tetapi, nunsa Maduranya yang menjadi inspirasi serta clurit yang menjadi spirit masyarakat Madura sendiri tetap dipertahankan. Pertunjukan dibuka dengan tarian gambuh, dengan mengangkat sebuah cerita wayang dikombinasikan dengan cerita kehidupan masyarakat Madura.
Bermula dari sebuah negeri bernama Solo Salemar dengan kehidupan masyarakatnya yang gemah ripa loh jinawi, namun secara tiba-tiba mendapat serangan dari kerajaan Atas Angin yang bersikap keras dan kasar, beringas dan mereka memporakporandakan kehidupan masyarakat Polo Salemar yang tengah menikmati panen. Peperangan tak terelakkan. Kehidupan Polo Salemar tidak aman lagi. Maka, raja Polo Salemar segera meminta bantuan raja Baladewa. Atas saran raja Baadewa, agar raja Polo Salemar menyerahan sepenuhnya pada kekuatan rakyatnya dan memohon petunjuk kepada Yang Maha Agung. Raja Polo Salemar, hari itu juga memerintahkan seluruh penduduknya untuk mempersiapkan diri memukul mundur pasukan Atas Angin. Persiapan dilakukan dan berkat solidaritas yang tinggi serta atas ijin Yang Maha Agung, pasukan Atas Angin dapat dipukul mundur dan negeri Polo Salemar kembali gemah ripa loh jinawi.
Pertunjukan ini diakhiri dengan tarian gambuh. Serta tarian yang mencerminkan keharmonisan kehidupan masyarakat Madura, serta makna filosofi dari celurit yang selama ini oleh banyak kalangan, celurit dianggap hanya semata-mata sebagai alat untuk membunuh. Ya, clurit yang selama ini hanya dipandang sebelah mata oleh banyak orang, yakni sebagai perlambang kekerasan masyarakat Madura. Maka, dalam pertunjukan alalabang itu, kian jelas makna sebenarnya, bahwa celurit bukanlah alat untuk membunuh, melainkan dari balik ketajaman celurit itu, terdapat makna spirit masyarakat setempat dalam berbuat sesuatu, agar selalu siap menghadapi hidup. Tidak menyerah pada tugas dalam kondisi apapun sebelum tugas diselesaikan.
Pementasan alalabang sengaja mengambil kisah dari cerita wayang dipadu dengan cerita masyarakat Madura. Dua cerita yang berbeda, namun meskipun dalam pertunjukan ini berasal dari dua cerita yang berlainan, tapi tetap ada yang menjadi benag merah, yaitu kekerasan raja Atas Angin saat menyerang Polo Salemar dengan anggapan miring terhadap kekerasan masyarakat Madura, dalam pertunjukan ini menjadi sesuatu yang unik dan menarik.
Sebagaimana beberapa tahun silam, bahwa alalabang akan lebih banyak menyedot penonton, ketika dalam alalabang itu diisi dengan pertunjukan topeng dhalang.meski tak pelak lagi. Ketika seniman tradisi Sumenep, Madura itu dalam karyanya mengambil ide garap, jenis kesenian tradisi topeng dhalang dipadu dengan bentuk kesenian modern, seperti teater, tarian kontemporer. Tentulah bentuk kesenian modern disajikan dalam pertunjukan alalabang, dalah sebagai upaya merawat kesenian tradisi yang masih mungkin dikembangkan, disamping belakangan kesenian tradisi sudah jarang diminati oleh masyarakat lebih-lebih generasi muda yang kian acuh dan tak mau tahu terhadap budayanya sendiri.