Afirmasi bagi yang Lemah
Dengan dibukanya akses transportasi cepat Surabaya-Madura, tak lama lagi Madura akan menjadi kawasan yang sangat strategis. Para pelaku ekonomi baik dari kalangan nasional maupun regional akan melihat Madura tak ubahnya melihat masa depan. Para investor dan ekspatriat akan berdatangan untuk turut ambil bagian dalam proses industrialisasi Madura. Pendek kata, Madura sebagai kawasan industri baru akan mengalami booming ekonomi. Dalam kondisi demikian, apakah masyarakat Madura yang sebelumnya masih tradisional dalam mata pencarian sudah sepenuhnya siap menyongsong perubahan? Tidakkah mereka akan menjadi korban dari sebuah turbulensi?
Tak dapat dipungkiri bahwa pembangunan membutuhkan investasi. Oleh karena itu sering kita dengar pendapat yang menyatakan bahwa salah satu penyebab lambatnya pembangunan nasional adalah tipisnya kepercayaan para investor asing terhadap stabilitas nasional baik dalam pengertian politik maupun hukum sehingga berdampak pada lambatnya pertumbuhan ekonomi. Jika memang dalam beberapa waktu ke depan Madura dapat membuktikan diri sebagai kawasan yang kondusif, tidak ada gejolak politik lokal serta tidak banyak hambatan di bidang birokrasi, maka dapat dipastikan para investor akan berduyun-duyun datang ke Madura. Sampai pada kondisi demikian, dapat dikatakan bahwa Madura sudah berhasil satu langkah, yakni menciptakan iklim yang baik bagi percepatan pembangunan ekonomi. Langkah berikutnya, yang tak kalah penting bagi masa depan Madura, adalah menyiapkan kompetitor dari kalangan masyarakat Madura sendiri.
Jika melihat kondisi riil sumber daya manusia di Madura saat ini sebagian memang sudah memiliki modal keterampilan, pengalaman, dan finansial. Namun di sisi lain tidak sedikit dari mereka yang hanya bermodalkan semangat untuk bekerja keras. Dalam konteks perebutan peran dalam pembangunan ekonomi di Madura ini perlu dipikirkan bentuk-bentuk afirmasi bagi masyarakat yang masih lemah dalam rangka meminimalisasi korban pembangunan. Dalam hal ini, masyarakat kelas menengah Madura punya kewajiban moral untuk melindungi sekaligus membina mereka supaya pada saatnya nanti sama-sama dapat berdiri di garda depan. Kewajiban yang sama juga berada di pundak para pengambil kebijakan untuk menciptakan regulasi-regulasi yang memungkinkan untuk melibatkan seluruh lapisan masyarakat Madura dalam pembangunan. Di samping itu, tentu belum terlambat untuk menyiapkan infrastruktur-infrastruktur terutama di bidang pendidikan yang dapat mendukung terwujudnya sumber daya manusia yang terampil, profesional, dan “siap tempur”.
Infrastruktur di bidang pendidikan juga diharapkan dapat menciptakan kondisi di mana ilmu pengetahuan dan teknologi dapat tumbuh dengan subur di Madura. Selama ini banyak orang Madura yang terpelajar enggan untuk kembali ke kampung halaman karena alasan keterbatasan komunitas intelektual, akses terhadap pengetahuan, dan akses terhadap teknologi. Oleh karena itu, dalam kerangka afirmasi terhadap kualitas sumber daya manusia yang masih rendah, lembaga-lembaga pendidikan di Madura perlu dipacu peningkatan mutu dan fasilitasnya dalam jangka waktu tertentu. Seiring dengan itu perlu juga dipikirkan untuk segera mendirikan universitas yang besar, perpustakaan-perpustakan yang representatif, dan pasar ilmu pengetahuan dan teknologi (IT).
Tindakan afirmatif dan protektif bagi masyarakat lokal yang masih lemah tersebut tidak perlu diletakkan dalam kerangka mempersulit para investor dari luar, melainkan semata-mata untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat Madura secara keseluruhan. Pemahaman akan hal ini menjadi penting sebagai landasan pikir bagi upaya pembangunan ekonomi yang berkeadilan sosial. Hanya dengan prinsip keadilanlah sikap positif masyarakat terhadap pembangunan dapat ditumbuhkembangkan.