Peranan Tiga Pilar
Salah satu hal yang sudah pasti akan mengikuti percepatan pembangunan di Madura adalah perubahan perilaku budaya masyarakat. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku tersebut. Salah satunya adalah dianutnya nilai-nilai modernitas yang menekankan tindakan-tindakan rasional. Hal ini sudah menjadi konsekuensi logis dari profesionalisasi di bidang pekerjaan. Selain itu, faktor lain yang juga besar pengaruhnya adalah penetrasi budaya. Seiring dengan terbukanya akses transportasi dan komunikasi yang serba cepat, masyarakat Madura akan kebanjiran tawaran kebudayaan dari berbagai arah. Persoalannya adalah tidak semua budaya yang masuk ke Madura itu senafas dengan nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat Madura.
Dalam kontestasi nilai tersebut masyarakat Madura bisa kalah tetapi juga bisa menang. Masyarakat Madura dapat dikatakan kalah jika perubahan yang terjadi berjalan jauh dari pandangan nilai yang sebelumnya dianut oleh sebagian besar masyarakat. Kondisi demikian memungkinkan terjadi apabila tidak ada mekanisme penyaringan dari masyarakat terhadap nilai-nilai baru sehingga nilai-nilai lama ditinggalkan begitu saja. Bisa juga kekalahan tersebut terjadi setelah melewati perbenturan nilai yang begitu sengit dan lama sehingga terjadi anomali di mana masyarakat tak punya lagi pegangan nilai. Jika hal ini yang terjadi maka sistem nilai baru akan terbentuk setelah masyarakat menemukan keseimbangan baru, tetapi intinya tetap meninggalkan nilai-nilai lama. Konsekuensi logis dari kekalahan dalam kontestasi ini adalah hilangnya identitas kultural masyarakat Madura.
Sebaliknya, masyarakat Madura akan memenangi kontestasi jika perubahan dapat diarahkan sesuai dengan orientasi nilai yang hidup di masyarakat Madura sebelumnya. Untuk itu dituntut adanya kreativitas masyarakat dalam mendesain asimilasi dengan prinsip mempertahankan nilai-nilai budaya lama yang baik dan mengadopsi nilai-nilai budaya baru yang lebih baik. Penerapan prinsip ini dalam konteks kebudayaan bukanlah sesuatu yang mudah karena tidak ada jaminan bahwa nilai baru yang akan diadopsi dapat bersenyawa secara harmonis dengan nilai-nilai lama.
Oleh karena itu, desain kreatif perubahan budaya di Madura perlu melibatkan pihak-pihak yang selama ini dipandang sebagai pilar kokohnya tradisi masyarakat Madura. Secara sederhana pilar-pilar tersebut dapat kita petakan menjadi tiga. Pertama, pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pusat dakwah yang sangat besar peranannya dalam membentuk karakter dan mengembangkan tradisi masyarakat Madura. Pesantren adalah basis penanaman nilai-nilai keagamaan yang selama ini cukup berhasil mempengaruhi frame kebudayaan Madura.
Potensi pesantren sebagai mengawal perubahan sosial sudah diakui tidak hanya pada masyarakat Madura tetapi juga di wilayah-wilayah lain di Indonesia. Pandangan sementara kalangan yang melihat pesantren sebagai lembaga pendidikan yang konservatif, stagnan, dan tidak dapat berkompromi dengan kemajuan sebenarnya keliru sama sekali. Pesantren justru merupakan lembaga pendidikan dan pusat dakwah yang dinamis, mampu mendialogkan nilai-nilai keagamaan dengan kebutuhan masyarakat, serta secara kreatif mampu menciptakan kearifan lokal (local wisdom). Kemampuan pesantren untuk eksis selama empat abad di bumi Nusantara ini membuktikan bahwa ia dapat menerima sekaligus berperan dalam proses perubahan sosial.
Percepatan pembangunan Madura dengan berbagai dampak sosialnya yang potensial akan terjadi merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh dunia pesantren. Pesantren dituntut untuk lebih kreatif lagi melakukan antisipasi-antisipasi baik yang terkait dengan materi pendidikan maupun metode pendekatan kepada masyarakat. Selain itu, sebagai benteng pertahanan nilai budaya lokal, pesantren juga perlu meningkatkan kemandiriannya secara ekonomi dan politik di hadapan ikon-ikon budaya baru yang mungkin akan muncul.