Kenyataannya memang menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa Madura di sekolah dilakukan secara konvensional. Hal ini, disebabkan pembelajaran bahasa Madura masih sering diberikan secara teoritis yang mengakibatkan kemampuan berbahasa Madura siswa kurang. Teori-teori kebahasaaan dan kesastraan lebih banyak diceramahkan guru di depan kelas. Bahkan, model evaluasi pembelajarannya pun bersifat teoritis. Guru tidak sepenuhnya melaksanakan pembelajaran secara kreatif. Kesempatan yang diberikan seluas-luasnya kepada guru yang ditawarkan oleh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) belum dimanfaatkan secara maksimal. Sumber belajar pun masih mengacu pada buku paket semata.
Menurut Sukmadinata (2004:36) meskipun guru/dosen seharusnya seorang profesional, dalam kenyataannya kemampuan profesionalnya masih terbatas. Terbatas karena latar belakang pendidikan, pengalaman, pembinaan yang belum intensif, atau karena hal-hal yang bersifat internal. Pemilihan pendekatan, model dan metode mengajar juga harus disesuaikan dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada guru/dosen. Seorang guru/dosen tidak bisa mengajarkan apa yang tidak dia kuasai.
Pada pembelajaran bahasa Madura khususnya aspek menulis, berdasarkan hasil observasi kalangan peneliti lakukan membuktikan bahwa pembelajaran menulis masih dilakukan dengan menekankan pada hasil tulisan siswa, bukan pada proses yang seharusnya dilakukan.
Bahwa dalam pembelajaran menulis para siswa langsung menulis tanpa belajar bagaimana caranya menulis. Guru biasanya telah menyediakan beberapa macam judul atau topik karangan dan meminta siswa untuk memilih salah satu di antaranya. Para siswa kemudian diminta untuk secara langsung praktik menulis. Setelah selesai, hasil karangan dikumpulkan, dikoreksi, dan dinilai oleh guru.
Model pembelajaran semacam ini terus-menerus terjadi yang mengakibatkan para siswa merasa jenuh dan kurang senang dengan pembelajaran menulis. Akhirnya, kegiatan pembelajaran menulis dianggap sesuatu beban yang sangat memberatkan. Sebagai akibatnya, wajarlah jika keterampilan menulis para siswa pun sangat rendah. Hal ini mengakibatkan para siswa tidak memiliki pengalaman menulis. Keadaan ini terjadi sejak siswa duduk di Sekolah Dasar sampai sekolah menengah, bahkan tidak mustahil terjadi juga di perguruan tinggi.
Terkait dengan hal tersebut, dalam pembelajaran menulis bahasa Madura, pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan proses. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa keterampilan menulis memerlukan latihan yang terusmenerus.
Oleh karena itu, pengembangan keterampilan ini harus didekati dengan pendekatan proses. Pembelajaran menulis dengan pendekatan proses ini terutama didasarkan atas hasil penelitian tentang bagaimana seorang penulis secara nyata berhasil menyusun tulisannya. Oleh karena itu, pembelajaran menulis yang menekankan pada produk yang berupa tulisan harus diubah.
Sehubungan dengan latar belakang di atas, penelitian ini berfokus pada model pembelajaran menulis pada mata pelajaran bahasa Madura melalui pendekatan proses. Hasil yang diharapkan adalah model pendekatan proses yang mampu meningkatkan keterampilan menulis pada mata pelajaran bahasa Madura siswa SMP/MTs