[junkie-alert style=”yellow”]
Berkat sumbangsihnya di dunia pendidikan, militer dan pemerintahan, nama, gambar dan foto dirinya diabadikan sebagai pahlawan perintis kemerdekaan dalam satu ruang tersendiri di Museum Monumen Yogya. Aktivis Muhammadiyah ini pernah mendirikan sekolah, berjuang bergerilya bersama Jenderal Soedirman, menjadi salah seorang pendiri Universitas Gajah Mada, walikota dan residen berpangkat gubernur. Bahkan namanya dijadikan nama jalan yang terletak di daerah Banjarsari Kota Surakarta. [/junkie-alert]
Muhammad Saleh Werdisastro adalah pria Madura kelahiran Sumenep 14 Mei 1908, putra dari cedekiawan R. Musaid penyusun Buku Babad Sumenep. Sang ayah kemudian dianugerahi sejumlah uang (gulden) dan gelar Werdisastro (werdi = memberi arti, sastro = sastra) oleh Pemerintah Hindia Belanda.Naskah Babad Sumenep diterbitkan menjadi buku oleh Balai Pustaka pada tanggal 15 Pebruari 1914 (buku tersebut masih menggunakan bahasa Madura huruf Jawa). Sejak mengeluarkan buku yang banyak menggunakan simbol dan kiasan untuk mengobarkan semangat anti-penjajahan atau anti-kompeni, R. Musaid terkenal dengan nama R. Werdisastro.
Untunglah Belanda tidak menangkap makna sebenarnya dari buku itu, malah memberikannya penghargaan.Untuk memasyarakatkan Babad Sumenep, sang ayah berencana hendak menyusun ulang buku itu dengan menguraikan kiasan atau simbolnya menjadi arti sebenarnya sejalan dengan sejarah. Namun manusia boleh berencana, Allah jua yang menentukan. Sampai wafatnya pada tahun 1955, rencana sang ayah tidak terlaksana.Semasa hidupnya, sang ayah tertarik dengan ajaran Muhammadiyah dan mendirikan Muhammadiyah cabang Sumenep karena kedekatannya dengan Ketua Umum Muhammadiyah, Kyai Haji Mas Mansur yang kemudian memberikan bantuan tenaga pengajar kepada Muhammadiyah cabang Sumenep.
Memajukan Pendidikan
Muhammad Saleh Werdisastro menamatkan sekolahnya tanggal 15 Mei 1930 di Hogere Kweekschool (HKS) yang dijalani di Purworejo 1 tahun dan di Magelang 2 tahun. Saat itu ia merupakan aktivis Muhammadiyah dan Boedi Oetomo. Setelah tamat HKS, ia diangkat menjadi guru Gouvernements Hollands Inlandse School (HIS) di Rembang mulai 1 Juni 1930.
Merasa cukup bekerja kepada pemerintah Hindia Belanda selama 1 tahun, dia pun minta berhenti. Tanggal 30 Juli 1931, Muhammad Saleh Werdisastro resmi diberhentikan dengan hormat dan kembali ke Sumenep sesuai cita-citanya untuk memajukan pendidikan di daerah kelahirannya.