Setiap pementasan, mereka tetap memegang model ritme standart, yaitu: mateno’, jus, yahum, pinjang, jus pinjang (dua yang terakhir jarang dilakukan). Pola-pola ritem tersebut sama sekali tidak mempengaruhi nyanyian yang dibawakan para nasyid. Tidak seperti halnya musik gambus, kesenian hadrah ini tidak berhubungan lagi dengan masyarakat Arab di Sumenep, bahkan citra musiknya sekalipun.
Gambus yang Lekat oleh Citra Arab-nya.
Orkestrasi musik maupun instrumennya tidak banyak berubah dari aslinya, Arab. Gambus cukup terpelihara dalam komunitas Arab yang relatif banyak di Sumenep. Meskipun terbatas, genetika musik ini tetap mempengaruhi secara signifikan terhadap komunitas pesantren atau oreng alem yang fanatik, mengingat islamisasi demikian kuat ditanamkan. Terlepas apakah musiknya itu religius ataupun profan, tampaknya bukan ukuran penting sebab pemakaian bahasa Arab seakan “menguasai” citra islami itu sendiri. Hal ini dianggap memiliki nilai prestisius tersendiri.
Penyelenggaraan musik ini terhitung stabil dan terpelihara dalam acara-acara arisan mingguan komunitas-komunitas kecil yang memang khusus untuk kaum lelaki ini. Keeksklusifan musik ini tidak hanya pada persoalan alat-musikalitas-bahasa, tetapi ditandai pula bahwa jarang ditemukan kelompok gambus di pedesaan. Kebanyakan orang desa rela mengundang kelompok gambus dari kota Sumenep atau bahkan dari Surabaya.
Samroh atau Qasidah
Orkes ini biasanya muncul dalam event-event perayaan maulid, perayaan hari nasional, maupun acara arisan ibu-ibu. Orkes ini cenderung dimainkan oleh kaum perempuan. Sama seperti halnya gambus, orkes yang masih kental nuansa import-nya ini telah banyak melibatkan penggunaan instrument Barat (gitar dan bas elektrik, keyboard, drum set, biola, dan sebagainya). Jenis musik yang diperkirakan masuk Madura tahun 1950-an ini mencerminkan pengaruh langsung dari orkes “modern Islam”. Bedanya dengan gambus, eksistensi musik ini tidak eksklusif, sebab indikasinya banyak kelompok samroh yang lahir di desa-desa dan umumnya dimainkan dan diorganisasikan oleh kaum perempuan. Nampaknya, faktor genderisasi dalam wilayah kesenian sudah cukup maju di Sumenep ini.
Teks lagu merupakan adaptasi dari nyanyian religius yang beredar (ada yang mengambil dari kitab Al Barzanji) atau kreasi yang berkaitan dengan tema moral. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Arab, Indonesia atau Madura.
Sumber Referensi:
Abdurrachman. 1988. Sejarah Madura Selayang Pandang, cetakan III. (Tanpa penerbit).
Bouvier, Hélène. 2002. Lebur! Seni Musik dan Pertunjukan dalam Masyarakat Madura. Jakarta: Forum Jakarta-Paris Ecole Francaise d’Extreme-Orient, Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan, Yayasan Obor Indonesia.
Buys, Brandts, van Zijp, J.S & A,. 1928. De Toonkunst Bij De Madoereezen, (Jawa VIII). Weltevreden.
Hood, Mantle. 1980. The Evolution of Javanese Gamelan: Music of The Roaring Sea, book I & II. New York: CF. Peter Corporation.
Kuntowijoyo, (ed). 1986-1987. Tema Islam Dalam Pertunjukan Rakyat Jawa: Kajian Aspek Sosial, Keagamaan dan Kesenian. Yogyakarta: Depdikbud (Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara [Javanologi]).
Kunst, Jaap. 1973. Music in Java: Its History, Its Theory, and Its Technique, volume 1, ed., E.L Heins, The Hague: Martinus Nijhoff.
______________, 1973. Music in Java: Its History, Its Theory, and Its Technique, volume 1, ed., E.L Heins, The Hague: Martinus Nijhoff.
Mien A. Rifai. 1993. Lintasan Sejarah Madura. Surabaya:Yayasan Lebbur Legga.
Munardi, A.M., 1983. Pengetahuan Karawitan Jawa Timur. Jakarta: Depdikbud.
Pigeaud, Th.G.Th. 1938. Javaanse Volksvertoningen: Bijdrage tot de Beschrijving van Land en Volk. Batavia: Volkslectuur, diterjemahkan oleh Muhammad Husodo Pringgokusumo. 1991. “Pertunjukan Rakyat Jawa”. Solo: Perpustakaan “Rekso Pustaka” Istana Mangkunegaran.
Diskografi:
Feature Video (durasi 24 menit). Titel : “Gamelan Saronen Madura”. Produksi Program Studi Etnomusikologi, STSI Surakarta, 2000.
[1] Indikasi atas musim panen tembakau, masyarakat desa menjadi makmur keuangannya, serta perputaran uang belanja mereka relatif cepat.
[2] Kunst, Jaap., Music in Java: Its History, Its Theory, and Its Technique, volume 1, ed., E.L Heins, The Hague: Martinus Nijhoff, 1973, p.106.
[3] Ibid., p.192.
[4] Informasi lebih jauh, lihat dalam Lebur! Seni Musik dan Pertunjukan dalam Masyarakat Madura. (Hélène Bouvier, 2002) dan De Toonkunst Bij De Madoereezen, (Jawa VIII) (J.S & A Brandts Buys van Zijp, 1928).
[5] Pigeaud, Th.G.Th. Javaanse Volksvertoningen: Bijdrage tot de Beschrijving van Land en Volk. Batavia: Volkslectuur, 1938., diterjemahkan oleh Muhammad Husodo Pringgokusumo.. “Pertunjukan Rakyat Jawa”. Solo: Perpustakaan “Rekso Pustaka” Istana Mangkunegaran. 1991, p. 576.
[6] Munardi, Pengetahuan Karawitan Jawa Timur, Depdikbud, 1983, p. 37-38.
[7] Jaap Kunst, Op. Cit., p. 113-114.
[8] Abdurrachman. 1988. Sejarah Madura Selayang Pandang, cetakan III. (Tanpa penerbit).
*) Staf Pengajar Jurusan Etnomusikologi, ISI Solo
Judul asli: Budaya Musik Daerah Etnis Madura (etnomusikologisolo.wordpress.com)