Dwi Sulistyorini *)
Asal-Usul Upacara Nadar
Pada zaman pertengahan, seorang mubaligh Islam bernama Syekh Angga Suto, yang oleh masyarakat dikenal dengan sebutan Emba Anggasuto datang ke Sumenep. Beliau berasal dari Cirebon, Jawa Barat, yang sebelum- nya dikabarkan berasal dari negara Arab/Persi. Tujuan kedatangan beliau ke Sumenep terutama untuk menyebarkan agama Islam. Namun, pada saat per- jalanan ke timur, ia melewati jembatan rantai, lalu ke selatan hingga tiba di sebuah pantai di desa Pinggir, Papas. Di pantai ini ketika air surut, ia melihat bekas telapak kaki yang sangat besar. Setelah beberapa hari pada bekas tela- pak kaki tersebut terjadi gumpalan garam. Dari peristiwa ini Syekh Angga Suto mengajarkan kepada masyarakat Desa Pinggir Papas mengenai cara membuat garam. Akhirnya kebiasaan membuat garam terus dilak-sanakan sampai sekarang. Masyarakat Sumenep menjadi terkenal sebagai penghasil garam.
Pada perkembangan selanjutnya, untuk menghargai jasa para leluhur dalam membuat garam tersebut, masyarakat Sumenep selalu mengadakan upacara selamatan atau syukuran atas panen garam yang membawa nikmat. Upacara ini disebut upacara nyadar atau nadar.
Tujuan Upacara Nadar
Tujuan upacara nadar ialah mengirim doa kepada leluhurnya karena dianggap sebagai orang pertama yang menurunkan kepandaian membuat garam kepada masyarakat Sumenep. Setiap bulan Maulud, sebelum hasil garam dipanen, secara rutin diadakan upacara nadar untuk mengenang, menghargai, dan menghormati arwah leluhur. Selain itu, tujuan upacara ini adalah siar agama Islam. Hal ini terlihat dari adanya bagian upacara yang berupa pembacaan naskah-naskah kuno. Naskah ini berisi ajaran Islam yang dapat dijadikan tuntutan hidup sehari-hari.
Persiapan Sebelum Upacara Nadar
Untuk menyambut upacara nadar, biasanya masyarakat Pinggir Papas melakukan persiapan, seperti melakukan rapat kampung yang terdiri dari se- sepuh-sesepuh desa. Pada kesempatan ini mereka membicarakan segala se- suatu yang berhubungan dengan upacara nadar, terutama mempersiapkan benda-benda pusaka yang akan digunakan pada saat upacara nadar.
Benda-benda pusaka ini dikeluarkan satu kali setahun setiap perayaan upacara nadar. Sebelum dipakai benda-benda tersebut dibersihkan dan dibuatkan sesajen. Bahkan, beberapa sesepuh melakukan puasa agar upacara berjalan dengan lancar. Benda-benda pusaka itu antara lain berupa tombak dan keris. Beberapa hari sebelum pelaksanaan upacara nadar disiapkan pula piring keramik besar yang disebut panjang. Piring ini digunakan sebagai wadah makanan.