Nadar Dalam Upacara Pembuatan Garam di Sumenep (2)

Pelaksanaan Upacara

Saat upacara

Upacara  nadar  dilaksanakan  hingga  tiga  kali  dalam  setahun.  Upacara nadar pertama dilakukan sekitar bulan Juni. Pada saat itu diperkirakan sudah saatnya melepas   air tua  , yaitu air yang kadar garamnya tinggi sebagai ba- han  utama  untuk  membuat garam.  Pada  bulan  Juni  ini petani  garam  sudah mulai memanen garamnya. Setelah panen garam dilakukan dua hingga tiga kali sampai pada bulan Juli, upacara nadar kedua mulai dilaksanakan yang jatuh  pada bulan Agustus. Pada bulan ini panen  garam masih  berlangsung. Ketika  panen  garam  sudah  mulai  berakhir,  yaitu  pada  bulan  September, upacara  ketiga  mulai dilaksanakan.  Pada  bulan  ini  musim  kemarau  sudah mulai berakhir sehingga masyarakat Pinggir Papas mulai menyambut musim hujan dan bersiap-siap untuk mengganti lahan garam menjadi lahan tambak ikan.

Tempat upacara

Pada  dasarnya  upacara  nadar  dilaksanakan  pada  tempat-tempat  yang ada hubungannya dengan leluhur mereka yang telah menurunkan kepandaian membuat garam. Upacara nadar pertama dan kedua dilaksanakan di makam leluhur Syekh Angga Suto. Masyarakat yang bertempat tinggal di Sumenep pada umumnya sangat menghormati makam-makam leluhur mereka. Hal ini terlihat  dari  sikap  mereka  pada  waktu  ziarah ke  makam-makam  leluhur. Setiap  pengunjung  harus  melepas  sandal,  setelah  masuk  makam  kemudian duduk di samping makam dengan sopan untuk mengirim doa kepada leluhur. Mereka percaya bahwa barang siapa yang tidak menghargai makam para le- luhur,  akan  celaka  dan  selalu  mendapat  musibah. Upacara nadar  ketiga  di- laksanakan di rumah  bekas  kediaman Syekh Angga Suto. Bagi masyarakat Madura, rumah bekas kediaman para leluhur dianggap sakral dan harus di- jaga  dengan  baik.  Di  rumah-rumah  leluhur  ini  semua  barang  pusaka  milik desa disimpan.

Benda-benda dan alat upacara

Ada beberapa benda dan alat tertentu yang dipergunakan untuk upacara nadar  pertama,  kedua,  dan  ketiga. Keberadaan  benda-benda  dan  alat  ini dalam upacara nadar merupakan suatu keharusan karena sangat menentukan berhasil dan tidaknya upacara.

Perlengkapan upacara pertama dan kedua sama, yaitu bunga dan bedak serta kemenyan ditambah nasi dan lauk ayam, telur, serta bandeng. Pada na- dar ketiga benda-benda dan alat-alat upacara lebih kompleks lagi. Ada yang disebut    panjang  ,  yaitu  piring  keramik  asing  yang dipergunakan  sebagai wadah makanan yang harus diletakkan di atas panjang, yaitu nasi, telur, dan bandeng.  Piring  keramik  yang  disebut  panjang  merupakan  piring  yang  di- wariskan  secara  turun-temurun.  Piring  ini dianggap  sakral  oleh  setiap  ang- gota keluarga dan tabu dikeluarkan dari tempat penyimpanannya, kecuali un- tuk  upacara  nadar.  Mereka  percaya  bahwa  anggota  keluarga  yang  berani mengeluarkan panjang atau menjualnya akan mendapat celaka.

Benda upacara lain yang tidak kalah pentingnya adalah naskah-naskah kuno. Naskah-naskah ini mereka katakan sebagai naskah sakral yang usianya sudah  ratusan  tahun.  Naskah  kuno  ini  pun  hanya  dikeluarkan satu  tahun sekali,  yaitu  pada  saat  upacara  pembacaan  naskah  dalam  upacara  nadar ketiga. Pembacaan naskah secara rutin dilakukan di bekas kediaman leluhur mereka.   Naskah-naskah   tersebut   adalah   naskah  sampurna   sembah dan naskah jatiswara. Pada saat upacara, hanya bagian-bagian tertentu saja yang dibacakan, yaitu yang  isinya berupa ajaran-ajaran  Islam sehingga dapat di- jadikan panutan dalam hidup sehari-hari.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.