Pelaksanaan Upacara
Saat upacara
Upacara nadar dilaksanakan hingga tiga kali dalam setahun. Upacara nadar pertama dilakukan sekitar bulan Juni. Pada saat itu diperkirakan sudah saatnya melepas air tua , yaitu air yang kadar garamnya tinggi sebagai ba- han utama untuk membuat garam. Pada bulan Juni ini petani garam sudah mulai memanen garamnya. Setelah panen garam dilakukan dua hingga tiga kali sampai pada bulan Juli, upacara nadar kedua mulai dilaksanakan yang jatuh pada bulan Agustus. Pada bulan ini panen garam masih berlangsung. Ketika panen garam sudah mulai berakhir, yaitu pada bulan September, upacara ketiga mulai dilaksanakan. Pada bulan ini musim kemarau sudah mulai berakhir sehingga masyarakat Pinggir Papas mulai menyambut musim hujan dan bersiap-siap untuk mengganti lahan garam menjadi lahan tambak ikan.
Tempat upacara
Pada dasarnya upacara nadar dilaksanakan pada tempat-tempat yang ada hubungannya dengan leluhur mereka yang telah menurunkan kepandaian membuat garam. Upacara nadar pertama dan kedua dilaksanakan di makam leluhur Syekh Angga Suto. Masyarakat yang bertempat tinggal di Sumenep pada umumnya sangat menghormati makam-makam leluhur mereka. Hal ini terlihat dari sikap mereka pada waktu ziarah ke makam-makam leluhur. Setiap pengunjung harus melepas sandal, setelah masuk makam kemudian duduk di samping makam dengan sopan untuk mengirim doa kepada leluhur. Mereka percaya bahwa barang siapa yang tidak menghargai makam para le- luhur, akan celaka dan selalu mendapat musibah. Upacara nadar ketiga di- laksanakan di rumah bekas kediaman Syekh Angga Suto. Bagi masyarakat Madura, rumah bekas kediaman para leluhur dianggap sakral dan harus di- jaga dengan baik. Di rumah-rumah leluhur ini semua barang pusaka milik desa disimpan.
Benda-benda dan alat upacara
Ada beberapa benda dan alat tertentu yang dipergunakan untuk upacara nadar pertama, kedua, dan ketiga. Keberadaan benda-benda dan alat ini dalam upacara nadar merupakan suatu keharusan karena sangat menentukan berhasil dan tidaknya upacara.
Perlengkapan upacara pertama dan kedua sama, yaitu bunga dan bedak serta kemenyan ditambah nasi dan lauk ayam, telur, serta bandeng. Pada na- dar ketiga benda-benda dan alat-alat upacara lebih kompleks lagi. Ada yang disebut panjang , yaitu piring keramik asing yang dipergunakan sebagai wadah makanan yang harus diletakkan di atas panjang, yaitu nasi, telur, dan bandeng. Piring keramik yang disebut panjang merupakan piring yang di- wariskan secara turun-temurun. Piring ini dianggap sakral oleh setiap ang- gota keluarga dan tabu dikeluarkan dari tempat penyimpanannya, kecuali un- tuk upacara nadar. Mereka percaya bahwa anggota keluarga yang berani mengeluarkan panjang atau menjualnya akan mendapat celaka.
Benda upacara lain yang tidak kalah pentingnya adalah naskah-naskah kuno. Naskah-naskah ini mereka katakan sebagai naskah sakral yang usianya sudah ratusan tahun. Naskah kuno ini pun hanya dikeluarkan satu tahun sekali, yaitu pada saat upacara pembacaan naskah dalam upacara nadar ketiga. Pembacaan naskah secara rutin dilakukan di bekas kediaman leluhur mereka. Naskah-naskah tersebut adalah naskah sampurna sembah dan naskah jatiswara. Pada saat upacara, hanya bagian-bagian tertentu saja yang dibacakan, yaitu yang isinya berupa ajaran-ajaran Islam sehingga dapat di- jadikan panutan dalam hidup sehari-hari.