Nadar Dalam Upacara Pembuatan Garam di Sumenep (2)

Benda-benda lain yang digunakan adalah tombak dan keris. Benda ini merupakan  pelengkap  sarana upacara  dan  hanya  dikeluarkan  pada  saat upacara nadar ketiga. Menurut mereka, benda-benda ini mempunyai kekua- tan  gaib  dan  harus  diperlakukan  secara  hati-hati.  Keris  dan  tombak  meru- pakan senjata  yang  mereka  peroleh  dari  leluhur.  Mereka  hormat  terhadap benda-benda tersebut, sehingga hanya sesepuh yang disebut rama yang boleh membawa  dan  mengeluarkan  benda-benda  ini  dari  tempat  penyimpanan. Benda-benda  ini  juga  disimpan  di  rumah  bekas  kediaman  leluhur.  Selain keris dan tombak, benda lain yang digunakan adalah bokor, pakinangan, dan kendi sebagai tempat air suci.

Pada upacara nadar ketiga, seorang dukun (pembaca doa) mengenakan pakaian  khusus  yang  hanya  dikenakan  setahun  sekali.  Pakaian  khusus  ini disebut racuk  sewu. Wujud  pakaian  adalah  berlengan  pendek dan  divariasi dengan tembelan beberapa warna merah, coklat dan bintik-bintik merah, hi- tam, dan krem. Baju ini dilengkapi dengan blangkon atau tutup kepala dan sarung. Racuk sewu disimpan di rumah bekas kediaman leluhur dan hanya dikeluarkan pada saat upacara nadar. Setelah upacara selesai pakaian racuk sewu tersebut disimpan kembali.

Proses Upacara

Upacara nadar pertama disebut upacara tabur bunga. Upacara nadar per- tama jatuh pada bulan Juni dan bertepatan dengan hari Jumat. Upacara dimu- lai  pada  sore  hari  sekitar  pukul  16.00  WIB.  Hampir  seluruh  masyarakat Pinggir  Papas  pergi  menuju  makam  leluhur  yang  terletak  di  Desa  Kebun Dadap. Mereka datang dengan membawa perlengkapan upacara yang dibu- tuhkan seperti kembang setaman untuk upacara tabur bunga dan selamatan. Setelah  sampai  di  pemakaman,  para  pemuka  adat  utama  sekitar  40  orang dengan  mengenakan  pakaian  adat  berupa  jubah  hitam,  melakukan  upacara tabur  bunga di  makam leluhur, di antaranya  Syekh Angga Suto yang  telah berjasa mengajarkan cara membuat garam. Upacara tabur bunga dilanjutkan dengan  membacaan  doa  yang  dipimpin  oleh  pemuka  adat  pertama  dengan memakai jubah putih.

Setelah pemuka adat selesai mengadakan upacara tabur bunga dan doa, barulah semua masyarakat yang hadir secara bergilir melakukan doa di de- pan makam leluhur tanpa melakukan tabur bunga lagi. Setelah upacara sele- sai,  mereka  harus  menginap  di  sekitar  makam  leluhur.  Biasanya  mereka menginap  di  rumah-rumah  penduduk  sekitar  makam.  Pada  saat  itu  mereka memasak berbagai jenis makanan yang dibutuhkan untuk upacara selamatan esok harinya. Makanan yang dihidangkan saat itu adalah nasi, lauk ayam, te- lur, dan bandeng. Setelah selesai upacara, sisa makanan dibawa pulang dan dibagikan kepada tetangga yang tidak mampu atau tidak hadir saat upacara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.