Benda-benda lain yang digunakan adalah tombak dan keris. Benda ini merupakan pelengkap sarana upacara dan hanya dikeluarkan pada saat upacara nadar ketiga. Menurut mereka, benda-benda ini mempunyai kekua- tan gaib dan harus diperlakukan secara hati-hati. Keris dan tombak meru- pakan senjata yang mereka peroleh dari leluhur. Mereka hormat terhadap benda-benda tersebut, sehingga hanya sesepuh yang disebut rama yang boleh membawa dan mengeluarkan benda-benda ini dari tempat penyimpanan. Benda-benda ini juga disimpan di rumah bekas kediaman leluhur. Selain keris dan tombak, benda lain yang digunakan adalah bokor, pakinangan, dan kendi sebagai tempat air suci.
Pada upacara nadar ketiga, seorang dukun (pembaca doa) mengenakan pakaian khusus yang hanya dikenakan setahun sekali. Pakaian khusus ini disebut racuk sewu. Wujud pakaian adalah berlengan pendek dan divariasi dengan tembelan beberapa warna merah, coklat dan bintik-bintik merah, hi- tam, dan krem. Baju ini dilengkapi dengan blangkon atau tutup kepala dan sarung. Racuk sewu disimpan di rumah bekas kediaman leluhur dan hanya dikeluarkan pada saat upacara nadar. Setelah upacara selesai pakaian racuk sewu tersebut disimpan kembali.
Proses Upacara
Upacara nadar pertama disebut upacara tabur bunga. Upacara nadar per- tama jatuh pada bulan Juni dan bertepatan dengan hari Jumat. Upacara dimu- lai pada sore hari sekitar pukul 16.00 WIB. Hampir seluruh masyarakat Pinggir Papas pergi menuju makam leluhur yang terletak di Desa Kebun Dadap. Mereka datang dengan membawa perlengkapan upacara yang dibu- tuhkan seperti kembang setaman untuk upacara tabur bunga dan selamatan. Setelah sampai di pemakaman, para pemuka adat utama sekitar 40 orang dengan mengenakan pakaian adat berupa jubah hitam, melakukan upacara tabur bunga di makam leluhur, di antaranya Syekh Angga Suto yang telah berjasa mengajarkan cara membuat garam. Upacara tabur bunga dilanjutkan dengan membacaan doa yang dipimpin oleh pemuka adat pertama dengan memakai jubah putih.
Setelah pemuka adat selesai mengadakan upacara tabur bunga dan doa, barulah semua masyarakat yang hadir secara bergilir melakukan doa di de- pan makam leluhur tanpa melakukan tabur bunga lagi. Setelah upacara sele- sai, mereka harus menginap di sekitar makam leluhur. Biasanya mereka menginap di rumah-rumah penduduk sekitar makam. Pada saat itu mereka memasak berbagai jenis makanan yang dibutuhkan untuk upacara selamatan esok harinya. Makanan yang dihidangkan saat itu adalah nasi, lauk ayam, te- lur, dan bandeng. Setelah selesai upacara, sisa makanan dibawa pulang dan dibagikan kepada tetangga yang tidak mampu atau tidak hadir saat upacara.