Maryam. 2)-
Cengker yang bergambar Arjuna dan Sembodro yang sudah dimantrai dengan doa oleh Kyae itu, oleh suami Patonah dibawa masuk diserahkan mertuanya perempuan. Cengker itu kemudian diletakkan di tempat tidur Patonah sampai kelak ia melahirkan bayinya
Patonah yang sudah duduk di dalam biliknya kembali, diberi minuman jamu Dek cacing towa. Jamu tadi ditempatkan pada cengkelongan, yaitu tempurung kelapa gading. Sehabis ia meneguk jamu dari cengkelongan, maka cengkelongan itu segera dilemparkan ke tanean (halaman). Dalam remang cahaya bulan purnama, cengkelongan itu jatuh tertelungkup, maka yang menyaksikan berucap beramai Jebing, jebing, yang berarti perempuan. Seandainya cengkelongan tadi terlentang, maka bayinya kelak akan lahir laki-laki.
Sesudah minum jamu tadi, sekarang Patonah disuapi dengan nasi Ponar, (nasi kuning) ketan yang diberi warna kuning dengan telur ayam rebus. Makanan itu tidak dimakan habis, maka sisanya diberikan kepada Dukon baji. Sedang sajian makanan yang berupa kuwe procot, tettel, dan minuman cendul,
semuanya dibiarkan sebagai sesaji. Makanan itu mengandung makna harapan, agar bayi yang akan lahir lancar seperti kuwe procot, (karena bentuknya yang kerucut), sedang cendul agar rezeki si bayi kelak akan melimpah seperti air atau kuah cendul yang terhidang. Dengan penyerahan cengker kepada Patonah oleh suaminya melalui mertuanya, maka itu berarti bahwa sejak saat itu, Patonah akan “bersanding” dengan cengker tersebut, dan sampai melahirkan, si suami tidak boleh menggauli isterinya. Dengan upacara Pelet betteng ini larangan bersanggama berlaku bagi suaminya sampai saatnya bayi lahir.
Pantangan yang harus dihindari Sejak diadakan upacara nandai sampai upacara pelet kandhung, Patonah mulai menjauhi beberapa makanan dan minum an yang sebelum itu boleh dimakan atau diminum. Demikian juga ia harus mengendalikan diri untuk berbuat sesuatu, agar selama dia mengandung jauh dari musibah. Pendek kata ia harus menjauhi pantangan.
Masyarakat Madura mengenal beberapa makanan yang menjadi pantangan orang hamil. Dalam hal ini Patonah pun mengikuti petunjuk dukon baji dan embu’nya maupun mantoa binenya. Pantangan yang berupa makanan itu adalah :
Juko’lake, yaitu makanan yang bersungut, misalnya kepiting, bilang seyongan, me erne, yaitu sejenis cumi-cumi, me erne parsong, yaitu mimi tunggal, daging kambing, ce cek (kerupuk ram bak) petis. Jenis ikan yang disebutkan tadi pantang untuk dimakan orang yang hamil.
Makan ikan yang bersengat itu dapat mengakibatkan keguguran dan bagi bayi yang dikandungnya akan kena saban, yaitu sawan. Menurut kepercayaan masyarakat Madura, ikan sejenis Juko lake mengandung opas, yaitu racun. Misalnya pada ikan me eme tunggal, larangan makan ikan cumi-cumi yang dapat berjalan maju-mundur, dianggap akan mempengaruhi kelahiran bayi yang dikandung yaitu akan berakibat waktu lahir menjadi tertunda karena mundur.
Selain jenis ikan laut, dianggap akan menyebabkan keguguran kandungan. Demikian pula, petis, akan berpengaruh terhadap mata si bayi kelak. Oleh sebab itu jenis buah-buahan yang tidak boleh dimakan ialah : Nenas-muda, durian, tebu, mangga kweni lembayung. Ada anggapan terhadap jenis buah-buahar tersebut, misalnya : tebu akan menyebabkan banyaknya cairan darah, apabila melahirkan. Makanan yang disebut Plotan lembur, juga dilarang dimakan, karena akan menyebabkan keguguran.
Pantangan yang berupa perbuatan atau tindakan ialah : kerja berat, bekerja secara tergesa-gesa dan mendadak, berjalan cepat, naik turun tangga. Demikian pula ketika Patonah sudah hamil empat bulan, mentowa bine-nya memberitahukan agar ia jangan menyiksa dan membunuh binatang.
Di samping itu perbuatan yang tidak boleh dilakukan ialah : malekko, artinya tidur melingkar, duduk diambang pintu, etampe, yaitu makan sambil menyangga piring atau tempat makan, tedung gi ri hari. yaitu tidur disembarang waktu. Pantangan lain yang diajarkan oleh embu’na, (ibunya sendiri) yaitu dilarang bersanggama pada hari-hari : Selasa , Rabu, Sabtu dan Minggu. Menjadi larangan besar jika seorang yang hamil bersanggama di malam hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.