Nilai Filosofis “Abhântal Ombâ’ Asapo’ Angèn”

Moh. Fatah Yasin

Representasi nilai filosofis bekerja keras dalam masyarakat Madura adalah suatu konsep, ide, atau pandangan tentang keharusan seseorang mempertahankan dan mengembangkan hidup dengan cara bekerja keras. Ada dua komponen pokok yang membentuk konsep nilai filosofis itu, yaitu kata pandangan dan kata bekerja keras. Jika komponen-komponen itu difiturkan nuansa semantiknya, maka fitur semantik kata pandangan adalah [sikap] x, [abstrak] x, [ide] x, [pikiran] x, [konsep] x, sedangkan kata bekerja keras dalam masyarakat Madura mempunyai fitur semantic [usaha] y, [kongkrit] y, [kekuatan sendiri] y, [mencari nafkah] y, [mempertahankan hidup] y, [mengembangkan hidup] y, [merantau] y, [melaut] y.




Berdasarkan hasil analisis komponensial yang dilakukan di atas terhadap kata pandangan dan komponen kata bekerja keras, maka fitur semantik nilai filosofis bekerja keras secara lengkap adalah

[pandangan] x ([mempunyai]xy) ([usaha]y) ([kongkrit]y)
([kekuatan sendiri]y) ([mencari nafkah]y) ([mempertahankan hidup]y) ([mengembangkan hidup]y) ([merantau]y) ([melaut]y)

Fitur semantik representasi nilai filosofis bekerja keras ini dapat dibaca panda-ngan manusia Madura (x) terhadap suatu usaha yang kongkrit, dengan menggunakan kekuatan sendiri dalam mencari nafkah dalam usahanya mempertahankan dan mengembangkan hidup, biasanya dengan cara merantau dan melaut, menyebabkan manusia Madura (x) mempunyai sikap bekerja keras (y).

Konsep “Abhântal Ombâ’ Asapo’ Angèn”

Untuk memahami dan mendalami konsep “abântal ombâ’ asapo’ angèn” pada masyarakat Madura bisa dicermati dalam petikan puisi berikut.

……………………………………………

Kacong tang ana’! Sèngko’ apasemon ka abâ’na
Jhâ’ terro kèbân piara’an dâlem nyarè pakan
Sanajjhân kèbân jârèya jhârân
Ollèna coma satakerran
Maksoddhâ cong,
Ajjhâ’ naddhâ è bâbâ
Pakowad abâ’na nyarè nafakah
Sanajjhân kodhu manca
Ongghâ toron la tanto
Ngèbâ ollèna alomako

………………………………………………………

Anakku sayang. Aku berpesan kepadamu
Jangan meniru hewan piaraan dalam mencari makan
Walau hewan itu kuda
Ia hanya mendapatkan satu takaran
Maksudnya, anakku!
Kuat-kuatlah engkau mencari nafkah
Meskipun harus merantau
Pulang pergi sudah tentu
Membawa hasil bekerja

……………………………………………………

Kapèng duwâ’ ngobuwâ jhârân, taowa ba’na
Jhârân arèya èbin se kowad, santa’ ban gânteng
Artèna iyâ areya bâ’na pakowad nyarè nafakah
Pasanta’ nyarè sanajjhân jhâu

……………………………………………………

Kedua, peliharalah kuda, engkau tahu anakku
Kuda itu hewan yang kuat, cepat dan bagus
Artinya kuat-kuatlah engkau mencari nafkah
Cepat-cepatlah mencari walaupun jauh

Jika disimak secara cermat puisi kaodi’an yang diciptakan Ahmad Putro dan puisi empa’ taranggan ciptaan R. Tjitroasmoro di atas, kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa melalui puisi tersebut pencipta berusaha menyampaikan pandangannya tentang keharusan seseorang harus bekerja keras dalam mencari nafkah. Pandangan hidup pada puisi tersebut memang pandangan Ahmad Putro dan Tjitroasmoro, tetapi tidak menutup kemungkinan pandangan ini menjadi pandangan umum masyarakat Madura dalam mencari kehidupan.

Pada cuplikan puisi-puisi tersebut di atas larik yang berbunyi ngobuwâ jhârân/ jhârân arèya èbin sè kowad, santa’ bân gânteng (peliharalah kuda/kuda itu hewan yang kuat, cepat dan bagus). Maksud larik-larik tersebut tidak lain adalah mengajak, menghimbau masyarakat Madura dalam mencari nafkah supaya meniru kekuatan dan kegagahan yang dimiliki kuda. Kuda yang bisa ditiru adalah kuda yang merdeka, bukan kuda yang terjajah (dipelihara), karena kuda yang dipelihara adalah kuda yang terkekang dan segalanya sudah diatur oleh sang majikan dan hidup di dalam kandang.




Pandangan ini bisa dicermati pada larik “jhâ’ terro kèbân piara’an dâlem nyarè pakan/sanajjhân kèban jarèya jhârân/ ollèna coma satakerran (jangan meniru hewan piaraan dalam mencari makan/walaupun hewan itu kuda/ia hanya mendapatkan satu takaran). Dari larik-larik ini menunjukkan bahwa masyarakat Madura berpandangan dalam mencari nafkah seseorang diharuskan bekerja keras sekuat tenaga tanpa mengharapkan pemberian/belas kasihan orang lain. Oleh karena itu, masyarakat Madura dalam bekerja dan mencari nafkah umumnya mengerjakan apa saja yang dianggapnya bisa menguntungkan dan tidak bergantung pada orang lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.