Sebaliknya,bila ia diperlakukan secara sewenang-wenang dan tidak adil, maka balasannya jauh lebih berat bahkan dapat menimbulkan pertumpahan darah Hubungan sosial masyarakat Madura selalu saling menghormati dan menghargai sebagai sesama manusia dan menjaga untuk tidak saling menyakiti. Hal ini sangatnampak dari ajaran ja’ nobi’ oreng mon aba’na e tobi’ sake‘ (janganlah menyakiti orang lain, kalau diri-sendiri merasa sakit jika disakiti orang). Harga diri atau martabat adalah nilai yang sangat mendasar dalam masyarakat Madura. Harga diri harus selalu dipertahankan agar tidak diremehkan orang lain. Dasar utama dari harga diri adalah rasa malu (rasa malo atau todus). Orang Madura selalum enekankan bahwa tambana todus mate’ (obatnya malu adalah mati).
lebih bagus apotetolang etembang apote mata (lebih baik mati dari pada malu tidak dapat mempertahankan harga diri). Nilai-nilai harga diri bagi masyarakat Madura selain berkaitan dengan ego,wanita dan agama juga berkait erat dengan masalah tanah dan air.
Agama
Simbol keagamaan yang seringkali digunakan adalah kyai. Itulah yangmenyebabkan lapisan atas pada stratifikasi sosial ditempati oleh para kiai. Mereka bukan hanya sebagai pemuka agama namun juga sebagai pemimpin masyarakat. Para kyai dipandang memiliki kendali legitimasi dan otoritas kharismatis, sehingga buah pikirannya mudah sekali untuk disepakati.Kepemimpinan yang disandang para kyai adalah bersifat berpengaruh penting dalam beberapa bidang sekaligus. Bukan hanya dalam bidang keagamaan, melainkan juga dalam kegiatan sosial, bahkan mungkin juga politik.
Tiga ciri dasar kehidupan sosial budaya tersebut merupakan ciri orang dan masyarakatMadura secara keseluruhan, tak terkecuali orang dan masyarakat Madura yang bertempat tinggal di luar pulau Madura namun Tidak hanya itu karakter orang Madura, masih banyak awal yang sering ‘membidani’ perbedaan mencolok dengan etnis lain salah satunya adalah Harga diri, sifat ini masyhur juga paling penting dalam kehidupan orangMadura, mereka memiliki sebuah peribahasa “Lebbi Bagus Pote Tollang, atembang PoteMata” . Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih mata), Tradisi carok juga berasal dari sifat itu