Beberapa diantaranya merupakan ulama yang telah lama bermukim di Makkah serta memiliki sejumlah murid. Laporan asisten mufti Makkah Sayyid Abdallah Zawawi menyebut dua ulama Madura yang mengajar di Makkah yaitu Syekh Ismail Madura dan Syekh Abd Azim dengan lama mukim puluhan tahun (Putuhena:2007).
Terdapat pula tokoh tarekat Qadiriyah Wa Naqshabandiyah Madura, Kiai Ahmad Hasbullah Bin Muhammad (M.V. Bruinessen: 1994) Jaringan Al Manduri ini begitu menggairahkan tidak saja karena melahirkan ulama-ulama besar di Madura tapi juga berperan sinergis dalam penyebaran keilmuan dunia.
Kiai Kholil Bangkalan, Syekh Akram Al Manduri, serta sejumlah ulama pesantren besar di Madura merupakan produk signifikan interaksi ibadah haji dengan proses menuntut ilmu. Mereka juga menyebarkan kitab-kitab karya Syekh Nawawi Al Bantani, Syekh Mahfuz Al Termasi, Syekh Yusuf Al Maqassari, Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi serta para mursyid tarekat.
Mereka pun membangun jaringan kemitraan dengan ulama-ulama Arab seperti Sayyid Abbas Alwi Al Maliki dan Sayyid Ahmad Dahlan. Dalam menjalankan manasik haji, para haji Madura biasanya memakai kitab Manasik seperti yang dipakai jamaah haji lain dari nusantara yaitu Al Hajji Wal Umrah karya Syekh Daud Al Fatani atau kitab Manasik karya Sayyid Usman Bin Yahya.
Ibadah hajipun ikut memperkuat tarekat. Di Madura sendiri tarekat disebarkan dengan dua model yaitu melalui mursyid lokal serta melalui mursyid internasional di Mekkah-Madinah. Tarekat-tarekat yang ada di Madura seperti Naqshabandi, Tijaniyah, Syattariyah, Qadiriyah Wa Naqshabandiyah disebarkan dengan dua cara ini.