Perang Segitiga
Pada 1676, Amangkurat I mengirim pasukan di bawah pimpinann putera mahkota untuk menggempur tentara Trunajaya. Mungkin dia tak mengetahui konspirasi antara keduanya. Atau, kalaupun dia tahu, barangkali dia memang sengaja mengirim anak yang tak disukainya itu agar mati terbunuh di pertempuran. Si putera mahkota, tampaknya tak berniat untuk sungguh-sungguh berperang.
Sebaliknya, Trunajaya kini punya rencana sendiri. Tak lagi melibatkan sang pangeran. Pada Agustus 1676, ia mengangkat diri menjadi raja dan panembahan. Perang di Gogodog, di sisi Laut Jawa, pada Oktober 1676, berakhir dengan kemenangan total di pihak Trunajaya. Segera saja, rakyat Jawa berbondong-bondong meninggalkan Amangkkurat dan bergabung dengan ‘Ratu Adil’ baru ini.
Sampai titik itu, pihak VOC masih belum tahu bagaimana harus mengambil sikap. Mereka terbelah antara prinsip dagang dengan nafsu militeris-imperialis. Kalau mengikuti pikiran dagang, stabilitas dan perdamaian di sepanjang pantai Jawa akan lebih menguntungkan mereka. Namun, VOC juga melihat kondisi imperium Mataram yang nyaris ambruk. Padahal, stabilitas hanya bisa dipulihkan kalau tingkat kepercayaan publik atas rezim yang berkuasa mebaik kembali. Jadi, perlu intervensi militer. Cuma, intervensi militer punya risiko ongkos tinggi yang mungkin tak nempil dengan keuntungan yang bakal diperoleh. Menurut laporan seorang petinggi VOC, ‘intervensi sudah pasti keluar ongkos, tapi untungnya tak pasti’.