Bagi pelaku Carok yang menang dan tergolong sebagai orang jago, ada kecenderungan akan selalu menyimpan celurit yang pernah digunakan ketika membunuh musuhnya sebagai bukti atas kemenangannya itu.
Celurit ini disimpan dan dirawat dengan baik, tanpa mengusik sedikit pun sisasisa darah yang masih melekat, meskipun akhirnya menjadi kering dan terlihat sebagai bercakbercak hitam. Bercakbercak darah inilah yang menjadi tanda bukti kepada semua orang bahwa celurit itu pernah dipakai untuk membunuh musuhnya. Dengan demikian, celurit tersebut menjadi simbolisasi kemenangannya.
Pihak Kepolisian menerapkan metode ilmiah (melalui laboratorium forensik) dalam pemeriksaan darah korban Carok. Kebiasaan menyimpan celurit yang pernah dipakai untuk Carok (yang secara hukum positif merupakan tindakan menghilangkan barang bukti) tidak pernah terjadi lagi.
Sebab, melalui metode ilmiah tersebut, pihak kepolisian dapat membedakan secara pasti apakah darah yang masih menempel di celurit itu darah manusia atau bukan. Sebelum metode ilmiah itu diterapkan, pelaku Carok dapat dengan mudah memanipulasi barang bukti tersebut dengan cara mengganti cerulit yang dipakai untuk membunuh dengan celurit yang telah dilumuri oleh darah hewan (biasanya ayam, karena dianggap lebih mudah diperoleh).
Celurit sebagai barang bukti yang asli disimpan, sedangkan celurit yang telah dimanipulasi diserahkan kepada aparat Kepolisian untuk dijadikan barang bukti.
Pihak aparat peradilan (Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman) memandang Carok maupun atokar (dengan kata lain, meskipun seseorang telah berniat akan melakukan Carok atau membunuhnya, jika dalam kenyataannya tidak ada korban mati atau lukaluka parah maka ia belum dapat disebut telah melakukan Carok) dari kacamata legal formal.
Artinya, Carok samasama dikategorikan sebagai tindakan kriminal yang mengacu pada pasalpasal dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). Sesuai dengan PasalPasal tersebut, Carok dikategorikan sebagai pembunuhan (pasalpasal 338 dan 340) atau penganiayaan berat (pasalpasal 351, 353, 354, dan 355), sedangkan atokar dikategorikan sebagai penganiayaan ringan (pasal 352
Dalam konteks hukum formal, Carok merupakan manifestasi keberanian pelakunya dalam hal melanggar aturanaturan yang telah ditetapkan dalam KUHP, sehingga mereka harus menjalani sanksi hukuman penjara selama bertahuntahun sebagai pelaku tindakan kriminal berat. Menurut KUHP, mereka dincam sanksi pidana berupa hukuman penjara maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau hukuman penjara selamalamanya 20 tahun.
Tulisan bersambung:
- Memahami Tradisi Carok Pada Masyarakat Madura
- Carok Sebagai Ekspresi Identitas Etnis Madura
- Pelaku Carok Tergolong Sebagai Jago
Akan tetapi, ancaman sanksi hukum ini dalam prakteknya cenderung tidak diterapkan secara konsisten, bahkan terkesan sangat ringan, karena para pelaku Carok biasanya hanya menjalani hukuman penjara tidak lebih dari sepuluh tahun(A.Latief, 2002).
Dalam konteks legalitas, Carok merupakan manifestasi keberanian pelakunya melanggar aturanaturan yang telah ditetapkan dalam hukum formal (KUHP). Akhirnya, Carok menjadi komoditas yang menyebabkan penerapan sanksi hukum terhadap pelakunya cenderung tidak konsisten. Dalam analisa sosiologis, sebuah konflik hadir dan eksis karena ada stuktur yang mendukungnya. Bahwa tugas sosiologi adalah melihat konflik dengan stuktur sosial tertentu.