Giliyang (kerap disebut juga: Gili Iyang), merupakan pulau kecil yang secara administratif masuk wilayah Kecamatan Dungkek, Sumenep, Madura, Jawa Timur. Giliyang ramai dibicarakan dan terangkat kepermukaan lantaran di pulau ini memiliki kadar oksigen tinggi dan berbaik dunia, selain dikenal sebagai pulau kecil dengan memiliki sejumlah obyek wisata menarik, seperti pantai menarik, wisata gua yang eksotik, dan lainnya. Namun dalam hal nilai kesejarahan pulau ini tidak banyak masyarakat mengetahui. Berikut secara bersambung kami sajikan tulisan Abu Rusytah el Giliy, “Giliyang, Tempat Para Wali, Pembabat Giliyang Ternyata Ulama Besar” (editor: Lontar Madura)
Awal
Mencari data yang telah terkubur ratusan tahun tak ubahnya seperti mencari muatira di padang Sahara, sulit ya sudah pasti, sementara itu, kontribusi data, berupa oral history masih terbilang terbatas, perbedaan sudut pandang sudah pasti menjadi keniscayaan. hal tersebut di sebabkan kurangnya perhatian masyarakat terhadap historiografi Giliyang, bahkan boleh dikatakan belum ada yang menulis sejarah Giliyang secara spesifik. Sebuah buku ditulis oleh Zainullah Huda hanya mengupas silsilah Daeng Karaeng Mushalleh dari sejak awal sampai sekarang. Sedangkan buku yang ditulis oleh Dinas Kebudayaan dan Parawisata Kabupaten Sumenep sama sekali tidak menyinggung Giliyang. Data empirik yang masih tersisa hanya berkisar pada peninggalan pusaka, qur’an dan manuskrip kuno selain itu, peninggalan sejarah sudah banyak ditelan zaman.
Oleh kerena dalam penulisan historiografi Giliyang penulis lebih menekankan kepada selektifitas data yang telah penulis uji kevalitannya. berikut beberapa tokoh penting pembabat Giliyang.
Asal Muasal Andang Taruna Dan Jaya Prana
Tidak begitu jelas dari mana sebenarnya andang taruna, tetapi menurut puji-pujian yang biasa di baca oleh masyarakat Giliyang disebutkan bahwa ia berasal dari daerah binangko tepatnya di daerah Sulawesi selatan. Ia datang ke Giliyang menjelang abad ketujuh yaitu sekitar tahun 1668 M, menurut catatan masyarakat Giliyang. Andang taruna berangkat ke Giliyang di temani adiknya jaya prana. Era ini termasuk awal pembabatan, dimana saat itu Giliyang masih belum banyak dihuni oleh manusia. sepi dan sunyi menjadi hiyasan utama, dalam cerita yang berkembang dimasyarakat di nyatakan bahwa dahulu kala, Giliyang hanya dihuni beberapa orang saja, yang semua tidak waras ( gila). di pulau yang kelak dikenal sebagai pulau oksigen ini memang terbilang seram dan angker. setiap orang yang datang ke Giliyang dapat dipastikan stress dan gila. entalah apa yang menyebabkan hal yang demikian sampai saat ini masih terbilang mesteri, tetapi yang jelas kondisi geografis yang masih belum terjamah bisa saja menjadi penyebab para pendatang menjadi stress.