Huub de Jonge
Kabupaten diberi status pemerintahan sendiri seperti halnya dengan semua daerah yang ditaklukan di Jawa. Hal ini berarti, bahwa para penguasa lokal dalam ruang lingkup “kondisi dan persyaratan” yang ditetapkan oleh kaum kolonial, diberi kebebasan untuk bertindak cukup leluasa dalam wilayah kekuasaan mereka. Sejak tahun 1745, kondisi dan persyaratan tersebut ditetapkan dalam sebuah kontrak, biasanya ketika diangkat seorang regen atau bupati baru. Berbeda dengan isi kontrak-kontrak yang sampai saat itu berlaku bagi VOC, yaitu suatu traktat antara sesama penguasa, kini kontrak-kontrak ini hanya memuat ketentuanketentuan yang secara sepihak dipaksakan oleh pihak Kompeni. Jadi perjanjian secara hakikat sebenarnya tidak ada..9)
Kondisi-kondisi yang selama abad ke-18 hampir tidak berubah itu, sebenarnya berkaitan dengan pajak-pajak yang harus diserahkan, hubungan “luar negeri”, pembagian serta penggunaan alat-alat kekerasan, pemerintahan lokal, dan peradilan. Untuk ketiga kabupaten ini, kondisi-kondisi tersebut tidak seragam. Persyaratan untuk Sumenep dan Pamekasan sama isinya. Madura Barat lebih banyak dikekang ketimbang kabupaten-kabupaten yang di Timur. Hubungan antara Kompeni dan Madura Barat di atas kertas dikualifikasi sebagai hubungan antara “raja” dan pengikut yang mendapat pinjaman tanah, sedangkan dalam kasus Sumenep dan Pamekasan hubungan tersebut tidak ada sama sekali. Menurut Resink, Madura Barat secara de jure menikmati “pemerintahan sendiri” dan Pamekasan serta Sumenep memiliki “bupati-bupati dengan pemerintahan sendiri” (Resink 1939: 20).
Dalam beberapa hal, diikuti politik yang dianut oleh Mataram terhadap daerah-daerah takluknya. Jadi para bupati ini setiap tahun diwajibkan datang ke Pasuruan, Semarang, atau Batavia untuk menyatakan hormat serta kepatuhan kepada gubernur jenderal atau kepada seorang wakil lainnya dari kekuasaan tertinggi Belanda. Selama pemerintahan Mataram kunjungan-kunjungan kehormatan ini berkembang menjadi simbol-simbol takluk diri yang dengan senang hati dipertahankan oleh VOC. Kebiasaan lain yang diambil alih adalah pemungutan bea impor dan bea ekspor. Pemungutan bea cukai tersebut dilakukan atas nama gubernemen di pelabuhan-pelabuhan (bandar) yang khusus ditunjuk untuk maksud itu, atau disewakan dengan jumlah uang tertentu. Pemungutan pajak tradisional lainnya, sepanjang hal itu diketahui, boleh dipertahankan oleh para bupati. VOC memang mengadakan jenis pungutan pajak yang baru: kewajiban para bupati setiap tahun untuk memasok produk-produk tertentu yang terdapat di wilayah mereka.
Mengenai caranya para bupati Madura itu mengumpulkan. komoditi yang diininta, pihak VOC tidak ambil pusing. Dan semua daerah pesisir yang berada di bawah kekuasaan gubernur “Pesisir Timur Laut Jawa”, kabupaten-kabupaten di Madura merupakan satu-satunya wilayah yang memasok kacang-kacangan dan ininyak kelapa. Juga garam dan asam terrnasuk dalam golongan komoditi yang dituntut pemasokannya secara teratur. Kadang-kadang, sebagian dari pemasokan itu diizinkan untuk dibayar dengan uang. Tetapi lazimnya Kompeni menuntut jumlah komoditi tertentu sebagai tambahan, dengan harga imbalan rendah yang ditentukan sendiri olehnya, yang disebut pengiriman wajib.10)