Berhubung tentara Belanda seringkali menghubungi dan mendatangi tempat Pemerintahan Sipil Republik Indonesia dalam serangannya yang disertai dengan tembakan yang mengerikan dan mengejutkan, mengakibatkan Residen Madura waktu itu, RAA Cakraningrat jatuh sakit dan tidak dalam kemampuannya untuk melanjutkan kewajibannya sebagai Residen. Ia mengirimkan pernyataan untuk berhenti dengan telegram kepada Pemerintah Pusat di Yogyakarta. Dalam waktu itu tidak lama pula Residen Madura diculik oleh Belanda dengan menggunakan panser dan iringan truk penuh tentara.
Van der Plas sendiri yang memimpin penculikan tersebut. Guna menentukan pengganti Residen Madura, Dewan Pertahanan Daerah (DPD/ KNI) secara kilat mengadakan sidangnya. Adapun hasil dari perundingan tersebut yaitu menunjuk Bupati Pamekasan RA.
Zainal Fatah sebagai Wakil Residen dan Mr. SantosoTohar (Kepala Pengadilan
Negeri) sebagai Ketua Dewan Pertahaiian Daerah (DPD).
Diwaktu Pegantenan jatuh di tangan Belanda, maka pusat Pemerintahan Sipil Madura dipindahkan ke sebelah timur Pakong, cukup aman sebagai batu loncatan sementara.
Sesudahnya berpindah ke desa Manding Utara dekat kota Sumenep. Demikian pula Satuan Kesehatan beserta PMI-nya di bawah pimpinan dokter Setiawan dengan dokter-dokter sipil lainnya, antara lain yaitu dokter Syafril, dokter Ong Cin An dan dokter Aminuddin (pembina mental spiritual).
Sedangkan dokter Ong Cin An adalah pendidik di bidang kesehatan/kedokteran. Lebih kurang 30 orang yang ada di desa Lebek diantaranya ada 4 orang anggota warga negara Indonesia keturunan Cina. Dalam rencana serangan selanjutnya (doorstoot ke Sumenep), tentara Belanda menempatkan pertahanannya di desa Bendungan (voorpost) dan dalam keadaan demikian, maka pertahanan tentara kita di Bangkes menjadi terkepung/dilingkari.
Sesudah Bangkes mendapat serangan dari Belanda, Markas Sektor di bawah pimpinan Mayor Mangkudiningkrat dipindahkan ke gunung Pancor (Kadur). Komandan COPP Mayor Abu Djamal sejak itu mendampingi Komandan Sektor, sedangkan Markas COPP dipimpin oleh Kapten Hanafi ada di Manding.
Dari Bangkes Pindah Ke Gunung Pancor/Kadur Dan Kertagena
Selama pertahanan pasukan kita ada di gunung Pancor (daerah Kadur) telah mengalami tiga kali serangan dan tentara Belanda yang datang dan jurusan Larangan yang langsung berhadapan dengan Kompi Markas di bawah pimpinan Letnan Surono.
Pada serangan yang ketiga kalinya pertahanan kita dapat dikepung, meskipun akhirnya tempat pertahanan tersebut dapat ditinggalkan tanpa banyak jatuh korban. Pada waktu itu tentara Belanda membakar rurnah-rurnah serta pondok para santri yang di bawah pimpinan Sabil yaitu K.H. Mohamad Toha, sehingga menjadi rata dengan tanah. Di samping K.H. Mohammad Toha, ikut pula memimpin barisan, K.H. Zaini, K.H Jufri, dan Iain-lainnya.
Karena serangan tersebut di atas, pertahanan kita di gunung Pancor, Kadur, terpaksa ditinggalkan dan mengadakan pertahanan berikutnya di desa Kertagena perbatasan daerah Kabupaten Pamekasan dan Sumenep.
Perintah Komandan Resimen 35
Demi memperkuat Sektor IV Sumenep untuk dijadikan pertahanan yang terakhir, maka Komandan Resimen 35/COPP VI/35 memerintahkan Komandan Sektor III, Mayor Mangkudingrat untuk memindahkan semua pasukannya ke arah Sektor IV Surnenep.
Atas dasar perintah itu, Mayor Mangkudiningrat selaku Komandan Sektor III memanggil semua Komandan pasukannya dan diberikannya perintah sebagai berikut:
- Kompi III (Mudhar Amin) mempertahankan jalan tengah menuju Sumenep (Cen-Lecen – Luk-Guluk) terus menggabungkan diri di Rubaru, Sumenep.
- Kompi Markas (Surono) mernpertahañkan jalan menuju Sumenep dari selatan (Larangan – Prenduan) terus menggabungkan diri di Rubaru, Sumenep (seperti butir 1).
- Kompi Mobbrig menuju jalan tengah sambil mengawal Komandan Sektor III menuju Rubaru, Sumenep (seperti butir 1 dan 2).
- Ki Badan Perjuangan bergerak potong kompas langsung menuju Rubaru, Sumenep (seperti butir 1,2 dan 3).
Barisan Sabilillah disarankan untuk mengikuti secara bebas, sesuai dengan perintah Komandan Resimen 35/COPP 6/35, dikarenakan adanya rencana serangan tersebut di atas.
Tentara Belanda Terus Mengejar
Tentara Belanda terus mengejar pasukan kita dan terus menempatkan pos pertahanannya di desa Cen-Lecen, yang tidak berapa jauh di bawah pertahanan pasukan kita. Serangan Belanda berikutnya melalui desa Pelalang membawa korban Letnan Joyopatmo, Sersan Mayor Fatlillah, dan Kopral Jurnat, lalu terus lewat Cen-Lecen menuju Luk-Guluk. Di desa Por-dapor kecamatan Luk-Guluk dihadang oleh Barisan Sabilillah sehingga tenjadi pertempuran yang mengakibatkan beberapa Sabilillah gugur. Akhimya Kyai Abdullah Sajad tertangkap dan ditawan oleh tentara Betanda.
Markas Res1men 35 Pindah Dari Batuampar Ke Rubaru
Karena situasi pertempunan yang semakin gawat, maka Markas Resirnen 35, yang dipimpin oleh Kapten Hanafi yang semula ada di sekitar Batuampar dipindahkan ke daerah Rubaru, Sumenep.
Akhirnya pada tanggal 8 Oktober 1947, tentara Belanda dari desa Cen-Lecen mengadakan serangan terhadap pertahanan pasukan kita di Luk-Guluk.
Meskipun di sana diterima dengan perlawanan sengit, tentara Belanda dapat meneruskan serangannya dan menduduki Ganding sambil memperbaiki jembatan-jembatan yang telah dirusakkan oleh tentara kita.
Dari Mobbrig gugur dua orang, sedangkan korban dari tentara Belanda tidaklah dapat diketahui jumlahnya. Di kala itu keadaan seluruh Madura dalam suasana tercekam, balk di kalangan pasukan maupun rakyatnya, karena ancaman serangan besar-besaran dari tentara Belanda ke pertahanan terakhir di Sumenep telah di ambang pintu.
Hubungan sesama pasukan dan Badan-badan Kelasykarari lainnya telah terputus.