Ketika Zaman Kuno Masih Ada (0-1222)
Mien Ahmad Rifai
Dalam tahun-tahun pertama tarikh Masehi pentas perniagaan di Madura serta daerah nusantara lainnya diduga mulai berganti corak. Perubahan ini terjadi karena kemunculan pedagang pedagang mancanegara baru Ketika itu bangsa India mulai berdatangan secara khusus ke nusantara untuk mencari sumber emas baru Saudagar saudagar Siberia dan Roma sebagai pemasok emas utama mereka waktu itu sulit dijumpai oleh terputusnya jalur perhubungan darat karena timbulnya pergolakan bangsa-bangsa.
Dalam beberapa pemberitaan kuno memang tertulis bahwa kawasan nusantara dianggap kaya akan emas Bahkan salah satu pulau nusantara (yang kemudian diidentifikasi sebagai Sumatera) dalam bahasa Sansekerta bernama Swarnadwipa yang berarti pulau emas. Sebuah pulau lain adalah Jawadwipa (artinya pulau jawawut dan diduga mengacu pada pulau Jawa), yang oleh penulis Yunani kuno dikatakan beribukota Argyre (berarti perak, yang dimaksud mungkin adalah kota Merak).
Selain logam mulia, pedagang India kemudian tertarik pula untuk memeroleh bahan wewangian dan rempah-rempah seperti cendana, cengkeh, dan pala, serta juga beras. Hubungan dagang dengan India ini menambah pengalaman berharga bagi saudagar nusantara dalam tata niaga internasional. Pengetahuan tersebut ternyata sangat berguna ketika kemudian mereka menghadapi kegiatan perdagangan dengan bangsa Cina yang datang tak lama kemudian.
Selama itu Cina hanya berminat pada barang perdagangan dari Asia Barat, seperti mutiara, merjan dan manik-manik untuk perhiasan, serta getah kayu gom arab untuk wewangian, Barang-barang itu diangkut oleh kafilah melalui jalur darat yang terkenal dengan nama jalan sutera. Tuntutan dan adanya kebutuhan untuk menganekaragamkan komoditas perdagangannya menyebabkan orang-orang Cina mulai mencari bahan baru dari sumber pemasok dan erah yang lain. Sebagai akibatnya terbuka peluang bagi nusantara untuk menawarkan hasil buminya-mulai dari kayu gaharu sampai cula badak-yang banyak diminau bangsawan Cina.
Pada mulanya volume perdagangan dengan India dan Cina berskala kecil. Ini dapat dimengerti karena perhubungan dan lalu lintas laut ketika itu dilakukan dengan perahu yang berukuran kecil, yang sangat dipengaruhi oleh musim yang menentukan arah tiupan angin. Kontak dengan pedagang asing tadi diduga meningkatkan pengetahuan dan teknologi pelayaran orang-orang nusantara. Sebagai akibatnya kegiatan perniagaan lalu makin membesar sejalan dengan meningkatnya permintaan akan rempah-rempah dan wewangian nusantara. Apalagi karena komoditas tadi kemudian dipasarkan lebih lanjut sampai ke kekaisaran Romawi.
Pengaruh samping kegiatan perdagangan dengan India itu menjadi penting, karena dalam jangka panjang berdampak luas serta sangat mendasar terhadap pola perkembangan budaya dan peradaban bangsa Madura dan bangsa-bangsa nusantara lain. Salah satu akibat hubungan perdagangan tadi adalah diperkenalkannya konsep keagamaan oleh pendatang dan India. Sebelum itu bangsa-bangsa nusantara merupakan penganut kepercayaan animisme yang tata caranya umumnya kurang terstruktur secara teratur.
Mungkin pula kepercayaan yang ada di Madura purba tidak begitu berperikemanusiaan, karena masih dilakukannya korban jiwa dalam upacara pemujaannya. Kepercayaan purba kadang-kadang memang memperkenankan kanibalisme untuk mewariskan sukma dan wibawa orang berpengaruh yang baru meninggal. Sebaliknya agama baru yang dibawa dan India sangat menghargai jiwa manusia.
Kepercayaan baru tadi juga tidak menentang pemujaan nenek moyang yang sudah membudaya di nusantara. Oleh karena itu bangunan hasil kebudayaan dan peradaban megalitik yang ada terus dikeramatkan dan dijadikan landasan bagi tempat-tempat pemujaan baru yang lebih canggih Dengan demikian agama Hindu dan Budha yang dibawa orang India diduga cepat mendapat pengikut, sebab mampu memberikan arti dan tujuan kehidupan yang lebih baik
Kebudayaan dan peradaban India yang mendukung agama agama tadi menyediakan kerangka terjadinya penyuburan terhadap budaya setempat yang sudah berkembang sebelumnya. Penyerbukan terjadi karena aktifnya kegiatan kaum brahmana yang merupakan. kunci keberhasilan proses penginderaan masyarakat nusantara kuno itu.
Ini disebabkan karena seluk beluk agama dan tata kehidupan yang mendasari kebudayaan pendatang tersebut hanya dikuasai para brahmana. Tanpa kegiatan orang-orang terpelajar itu sulit dibayangkan terjadinya pengalihan pengetahuan dan pengembangan kebudayaan dan peradaban yang menghasilkan transformasi masyarakat nusantara secara mendasar.
Seperti halnya dengan daerah nusantara lain yang terkena pengaruh pengindiaan, agama Hindu dan Budha secara merata dianut oleh orang Madura. Sisa-sisanya masih terasa sampai sekarang, misalnya dalam bentuk upacara rokat dhisa, sesajian di tempat yang dianggap angker, pembakaran kemenyan, dan lain-lain yang belum terkikis habis oleh ajaran Islam. Peninggalan tempat pemujaan berupa candi yang utuh memang hampir tidak ada di Madura, tetapi bekas-bekasnya masih dapat ditemukan.
Misalnya vihara dekat Talang dulu merupakan tapak percandian penting, Dari namanya dapatlah diduga bahwa desa Candi di kecamatan Dungkek semula adalah pusat pemujaan. Begitu pula nama desa Mandala di kecamatan Gapura memberikan petunjuk bahwa tempat itu di zaman kuno merupakan tempat pendidikan, atau perkampungan pertapa agama Hindu dan Budha.
Untuk keperluan penyebarluasan agamanya kaum cerdik cendekiawan pendatang tadi memang mengajarkan kemampuan baca-tulis kepada kader rohaniwan nusantara. Dari peninggalan yang ada diketahui bahwa yang diajarkan mula-mula adalah huruf Pallawa seperti yang dipakai di India. Tetapi di Madura, Jawa, Sunda, dan Bali lama-kelamaan huruf tadi berkembang menjadi aksara anacaraka.