Kestrategian posisi Madura pasti mendapat perhatian sang raja, sehingga di pulau itu ditunjuk penguasa-penguasa yang bertugas mengamankan jalur pelayaran dan perniagaan yang makin ramau. Peran prajurit dan pelaut Madura dalam negara yang mulai berwawasan maritim tadi tentu tidak kecil. Dapat diduga bahwa sejakitu orang Madura sudah terbiasa dikerahkan menjadi laskar penguasa daerahnya
Di samping dampak politik, kedekatan ibu kota kerajaan kuno Jawa itu ke Madura telah pula membawa pengaruh lain yang berkepanjangan dampaknya. Banyak buku yang menyatakan bahwa di Bali, Bahasa Bali kuno terdesak oleh Bahasa Jawa Kawi sebagai bahasa resmi yang dipakai dalam piagam dan pemerintahan. Beranjak dari kenyataan ini dapatlah dipastikan bahwa hal serupa terjadi pula di Madura.
Prasasti kuno yang ditemukan di Madura memang tidak bercandrasangkala Bahasa Madura. Ketika itu Bahasa Madura kuno tentu dipakai oleh seluruh lapisan masyarakat, tetapi di keraton bahasa resmi yang dipergunakan adalah Bahasa Jawa Kawi tadi. Keadaan seperti ini ternyata berlangsung terud sampai awal abad XX.
Sehubungan dengan pemakaian bahasa pemerintahan yang dilakukan ini, perlu dicatat bahwa Raja Darmawangsa memang diketahui berusaha memajukan kebudayaan rakyat dan negaranya. Untuk itu ia memerakarsai penerjemahan karya epos Ramayana dan Mahabarata dari Balasa Sansekerta ke dalam bahasa setempat. Ia pun mengusahakan penyusunan perundang-undangan lokal secara tertulis berdasarkan pola bahan-bahan dari India.
Di tengah pesta pernikahan putri Darmawangsa dengan Airlangga pada tahun 1009, ibu kota kerajaan mengalami pralaya. Istana dan seisinya terbakar habis oleh serangan sekutu kerajaan Sriwijaya. Darmawangsa sekeluarga gugur, tetapi Airlangga berhasil menyelamatkan diri. Untuk beberapa waktu kerajaan besar itu mengalami kekacauan tanpa suatu pemerintahan pusat Kerajaan kerajaan kecil di Madura tentu menjadi merdeka sebentar, sampai raja Airlangga berhasil lagi mengonsolidasikan kekuasaannya pada tahun 1017.
Berkat kebijakan dan kebijaksanaan Airlangga, serta kerja keras pembantu setianya Narottama, keutuhan negara cepat pulih dan kesejahteraan rakyat segera terkelola kembali. Kegiatan perdagangan luar negeri dengan Cina dan negara Asia lainnya cepat ramai lagi. Di kerajaan Airlangga pedagang asing membeli gading, cula badak, kulit penyu, bulu burung, mutiara, kapur barus, kayu gaharu, cendana, dan rempah-rempah. Beras merupakan komoditas hasil bumi Jawa yang penting untuk bekal berlayar yang memakan waktu berbulan-bulan Saudagar asing membayar pembeliannya dengan uang emas dan perak. Di samping itu mereka memasukkan sutra dan pecah belah dan porselen.
Dari pemberitaan Cina kita mengetahui bahwa kerajaan Airlangga itu bernama Pu-chia-lung (Panjalu) dan pelabuhan utamanya adalah Chung-xia-lu (Ujung Galuh) yang terletak dekat muara sungai Brantas. Dari sini jelas bahwa peran Madura sebagai penjaga jalur lalu lintas maritim kerajaan Panjalu sangatlah besar. Agaknya pada waktu itu ada penguasa Madura di Pacangan yang menyia nyiakan istrinya yang cantik tetapi berpenyakit kulit menjijikkan.
Ini kemudian mengilhami terjadinya kisah kesetiaan pasangan Bhangsacara ban Raghapadmi yang tersohor itu. Kota kuno Pacangan yang terletak dekat Kwanyar di pantai selatan Madura memang sangat strategis untuk mengamankan jalur pelayaran Ujung Galuh ke Bali serta kawasan nusantara tenggara yang menjadi pusat penghasil cendana Kota pelabuhan Arosbaya dan Ketapang pun tentu memperoleh status istimewa untuk melancarkan arus pelayaran ke Sriwijaya dan Banjarmasin, atau ke Makassar, Maluku serta kawasan timur lainnya. Sebagai seorang raja besar Airlangga tidak melupakan pengembangan kesenian rakyatnya. Mahabarata dan Ramayana yang sebelumnya sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Jawa Kawi digubah kembali sehingga kisah itu seakan-akan terjadi di bumi nusantara.
Oleh karena itu negara Madura yang diperintah raja Baladewa dalam kisah epos klasik Mahabarata lalu didentifikasi dengan daerah Madura barat. Itulah sebabnya mengapa orang-orang Madura kemudian sangat menyukai Baladewa, dan bahkan mengidentifikasi dirinya sebagai rakyat tokoh pewayangan yang konon merupakan penguasa kerajaan Madura di India Selatan tadi. Selanjutnya Widarba yang merupakan negara mertua Prabu Kresna ditumpang tindihkan dengan kerajaan Bidarba yang beribu kota Pacangan, tempat Bangsacara berjumpa dengan Ragapadmi.
Prabu Salya dikisahkan memerintah kerajaan Mandaraka yang terletak di Madura timur, sampai sekarang di dekat Ambunten masih ada desa yang bernama Mandaraga yang dulu merupakan salah satu kota pusat pemerintahan kuno. Pewayangan sebagai wahana penyajian karya agung ke hadapan khalayak ramai juga mulai dimapankan. Agaknya pada waktu wayang topeng dalang Madura yang khas itu mulai mencari jati dirinya sehingga mulai menemukan bentuk awalnya sebelum menjadi seperti yang dijumpai sekarang.
Ketika pada tahun 1041 raja Airlangga memutuskan untuk turun tahta, kerajaannya dipecah tiga. Bali diperintah oleh adik bungsunya, sedangkan wilayah kerajaan di Jawa dibagi di antara kedua putranya menjadi Panjalu dan Jenggala. Madura tidak disebut-sebut dalam berita yang sampai pada kita. Melihat letak geografisnya pulau itu tentu dimasukkan ke dalam kerajaan Janggala bersama daerah Ujung Galuh dan wilayah sekitarnya.
Akan tetapi kerajaan ini tidak berkembang dan bahkan segera memudar serta terserap oleh Panjalu. Kerajaan gabungan itu kemudian menjadi terkenal dengan nama Kediri atau Daha. Selama dua abad kerajaan tersebut menjadi besar karena dipimpin oleh raja raja terkenal seperti Kamesywara, Jaya Baya, dan Kertajaya. Pelaut pelaut Madura terus terpakai dalam membangun angkatan laut yang tangguh gana menjaga keurhan wilayah kerajaan yang meluas ke luar pulau Jawa, serta untuk melancarkan transportasi dan perhubungan
(Disalin dan diangkat dari buku “Lintas Sejarah Madura”, penulis Mien Ahmad Rifai, Penerbit: LPPM Universitas Trunjoyo Madura bekerjasama Penerbit Elmatera, Oktober 2017, halaman 13-26)
Terkait: Sejarah Kehidupan Leluhur Orang Madura
_________________________
Tulisan bersambung:
Pengaruh Pengindiaan Dianut Orang Madura (1)
Pengaruh Pengindiaan Dianut Orang Madura (2)