Pengaruh Pengindiaan Dianut Orang Madura (1)

Profil orang Madura tempo dulu (foto: google image)

Menarik untuk disimak bagaimana orang kemudian mengarang ceritera untuk memudahkan anak-anak mengingat urutan abjad-abjad tadi. Kisahnya dikaitkan dengan Aji Saka, konon seorang raja yang kedatangannya ke Jawa dijadikan awal perhitungan tahun yang disebut tarikh Saka. Sebenarnya tarikh Saka dimulai di India Selatan bersamaan dengan meninggalnya Salavahana. Ia adalah seorang saka (adiraja perkasa) yang hidup sejaman dengan Nabi Isa dan meninggal pada tahun 78 Masehi. Apapun yang terjadi, yang pasti ialah bahwa pendatang India memperkenalkan perhitungan tarikh di Jawa serta memulai masa sejarah nusantara.

Melalui kaum brahmana yang terpelajar itu terbawa pula Bahasa Sansekerta, yaitu bahasa resmi kecendekiaan dan keagamaan di India kuno Sebagai akibatnya Bahasa Madura diperkaya dengan kosa kata serapan yang berasal dari bahasa kuno tersebut (seperti arjã, ghenta, laksa, parѐksa, raddhin, ropa dan saktѐ). Bahkan nama polau dan bangsa yang menghuninya pun berasal dari Bahasa Sansekerta. Dalam Bahasa Sansekerta perkataan Madhurã berarti molek, indah, permai atau cantik.

Nama ini rupanya diberikan oleh seorang brahmana dari India, mungkin karena pulau itu mengingatkannya kepada daerah Madura yang terletak di India Selatan yang juga beriklim kering, Hal ini bukan keanehan, karena beberapa nama tempat di Indonesia (seperti Taroms, Sunda, Malabar, Serayu, dan Narmada) memang persis sama dengan nama nama geografi di India. Begitu pula beberapa daerah transmigrasi di Sumatera atau Kalimantan kini diberi nama geografi yang sama dengan nama perkampungan di Jawa tempat asal para peserta transmigrasi bersangkutan.

Dengan sendirinya penyerapan kebudayaan dan peradaban India itu berlangsung pelan-pelan. Berdasarkan pengamatan seorang pengelana Tionghoa yang berkunjung ke Jawa pada pertengahan abad VI, dapatlah diketahui bahwa penduduk Madura waktu itu makan langsung dengan tangan seperti keadaannya sekarang, karena mereka tidak mengenal sumpit dan sendok garpu. Namun mereka sudah mengenal teknologi pembuatan minuman keras yang memabukkan, yaitu tuak yang dibuat dari nira bunga kelapa, aren, ataupun siwalan. Mereka dilaporkan tinggal di rumah yang beratap ilalang, kajang, atau rumbia.

Sistem penataan ruang kampong mѐjhi dan tanѐyan lanjhãng yang berturut-turut kemudian melandasi tata letak kompleks perumahan Madura barat dan Madura timur agaknya menjadi mantap di zaman kejayaan Hindu dan Buddha itu. Seperti diketahui rumah-rumah tradisional sebuah keluarga Madura timur dibangun secara berjajar sepanjang suatu halaman bersama yang memanjang dari barat ke timur

Rumah pertama (roma tongghu) terletak di barat laut menghadap ke selatan, dan rumah-rumah berikutnya dibangun di sebelah kiri atau di sebelah timurnya. Di hadapannya jadi di sisi lain halaman didirikan dapur, lumbung padi, serta rumah-rumah dan bangunan lainnya Sekarang di ujung barat halaman hampir selalu ditempatkan langgar yang berfungsi sebagai musala keluarga merangkap tempat tidur kaum pria dan tempat menerima para tamu.

Dulu tempat langgar itu mungkin dust olch pura pemujaan keluarga seperti yang terlihat di Bali sekarang Sekitar pura itu tentunya dipelihara tanaman yang dikeramatkan orang untuk upacara keagamaan seperti pohon nagasari Mesua ferrea, bodi Ficus relegiosa, melati Jasminum sambac, dan lain-lain.

Semua jenis tanaman tersebut secara khusus dibawa dari India dan diperkenalkan ke nusantara sebagai tumbuhan pendatang. Sekarang tanaman yang sering dijumpai di tanѐyan lanjhãng adalah kelor Moringa pterigosperma, kelapa gading Cocos nucifera, kayu palembang Lannea coromandelica, pinang Areca cathecu, sirih Piper betle serta pohon buah-buahan yang bernilai ekonomi.

Salah satu kemajuan penting yang diakibatkan oleh masuknya kebudayaan India terjadi dalam bidang pemenntahan. Ketika para pedagang India tiba, orang Madura sudah memiliki sistem sederhana dan leluri yang mengatur pengelolaan organisasi kehidupan bermasyarakat mereka sehari-harinya. Kaum brahmana yang datang dari India lalu memperkenalkan bentuk pemerintahan yang lebih teratur birokrasinya.

Mereka tentu menjelaskan keperluan pemapanan sistem kasta yang akan menumbuhkan pencanggihan pola tata cara kehidupan dan hubungan kemasyarakatan. Dalam kaitan ini tentu diperkenalkan peranan penting brahmana sebagai guru, dukun, dan pembina rohani, serta raja yang ksatria sebagai pusat kekuasaan duniawi di puncaknya. Guru lebih dekat dan akrab dengan kehidupan di dunia dan akhirat serta tidak berjarak jauh dengan keluarga Adapun rajs seringkali mendapat pengakuan kesakralan sebagai wakil dewa di dunia, schings mereka dianggap sebagai titisan para dewa tadi.

Perkembangan lokal yang khas telah terjadi dalam menerapkan sistem pembagian masyarakat menjadi empat kasta tadi. Sepert terjadi di daerah nusantara lainnya, penggolongan orang Madura ke dalam kelompok brahmana (pendeta dan pemuka agama), ksatria (raja dan perwira serta sentananya), waisya (pedagang dan perani serta pekerja), dan sudra (para budak di tingkat paling bawah) tidak begitu kaku dijalankan orang Sebagai akibatnya perbedaan antarkelompok adakalanya tidaklah terlalu tajam bila dibandingkan dengan keadaan di negara asalnya.

Semua ajaran yang dibawa kebudayaan pendatang ini lambat laun menyatu dengan batu dasar kebudayaan Madura asli. Akar budaya setempat tadi tidak diubah tetapi malahan diperkuat dengan landasan falsafah yang bersifat lebih merapikan dan memperhalus tata caranya. Toleransi besar dan penerimaan menyeluruh pengaruhi kebudayaan baru itu telah menyempurnakan sistem tatanan sosial yang sudali memapankan din sebelumnya. Agaknya sejak waktu itulah falsafah tangga kuasa kehidupan masyarakat Madura – bhu, pa’, bhãbbu’, ghuru, rato   (ibu, bapak, sesepuh, guru, raja)- mulai menemukan bentuk awalnya.

Berdasarkan perkembangan kemajuan ini, beberapa kerajaan kecil bermunculan di Madura. Satuan pemerintahan demikian timbul terutama di tempat-tempat yang daya dukung daerahnya memungkinkan berkembangnya sistem aristokrasi. Daerah daerah pertanian seperti Arosbaya dan Blega (di Madura barat), Robatal dan Pademawu (di Madura tengah), Parsanga dan Baraji serta Mandala (di Madura timur). ataupun tempat penghasil ikan dan garam seperti Pamadekan (dekat Sampang) mungkin merupakan pusat-pusat kekuasaan sejak zaman kuno

Terkait: Sejarah Kehidupan Leluhur Orang Madura

_________________________

Tulisan bersambung:
Pengaruh Pengindiaan Dianut Orang Madura (1)
Pengaruh Pengindiaan Dianut Orang Madura (2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.