Penguasa Pra Islam Terakhir Kerajaan Sumenep

Akan tetapi tanpa diduga para prajurit Bali itu menyerang raja Sumenep, sehingga perangpun tak dapat dihindari. Dalam pepenangan itu P. Saccadiningrat II kena tumbak, sehingga oleh prajuritnya dibawa ke luar medan peperangan, dilarikan ke desa Lapataman, terus ke Bena sareh, kadipaten lama. Pada suatu tempat (Tang-batang) dia wafat, tetapi terus diusung hingga perbatasan antara Saassa dan Lanjhuk, di tempat itulah jenasah P. Saccadiningrat II dimakamkan.

Sementara peperangan terus berlangs ung, dengan bantuan raja Gersik Ban yak Wide pasukan Sumenep berhasil mengalahkan pasukan Bali (h. 131-1 35). Sampai di mana kebenaran peristiwa itu sulit dipastikan, karena terbatasnya sumber, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa di Sumenep ada sebuah desa yang bemama Gir-Papas. Berdasarkan keterangan masyarakat setempat, penduduk desa tersebut memang anak keturunan para pasukan Bali yang dahulu pernah mengalami kekalahan dari pasukan Sumenep. Dan dilihat dari tradisi dan adat setempat, tarnpaknya ada kemiripan dengan apa yang ada di Bali. Kalau hal itu ada memang benar, maka memang pernah terjadi peperangan antara Sumenep dan Bali.

Sepeninggal P. Saccadiningrat II, kerajaan Sumenep diserahkan kepada puteranya, Arya Wigananda, dan pusat pernerintahanpun dipindahkan ke Gappora (Gapura). Patihnya bernama Arya Banyak Modhang. Tidak banyak yang kita ketahui tentang masa pemerintahan Arya Wiganarida ini.

Saccadiningrat III (raja Sumenep X)

Sepeninggal Arya Wigananda, Sumenep diperintah oleh putéra Arya Banyak Modhang yang bernama Pangeran Sumenep. Pusat pemerintahan dipindah ke Parsanga. P. Sumenep ini bergelar Pangeran Saccadiningrat III.  Sejarah Dalem menyebutnya Arya Wanabhaya (Graag dan pigeaud; 1985, 217). Diceritakan bahwa peresmiannya sebagai raja Sumenep dilakukan oleh raja Japan (Majapahit) Ratu Masa Kumambang, ini berarti Sumenep sebagai kerajaan bawahan Majapahit.

Diceritakan pula bahwa ratu Japan ini pernah menyerang Sumenep, sebabnya ratu Japan ingin menjadikan P. Saccadiningrat sebagai suaminya, dan keinginan itu tidak terterima. Kemudian sang ratu memerintahkan patihnya Tumenggung Kanduruwan, membawa pasukan sebanyak 3000 orang untuk menyerang Sumenep. Adapun T. Kanduruwan sebenarnya masih termasuk keturunan Joke Tote (Kuda Panoleh), karena perkawinannya dengan puteri Tanda Terung.

Dalam peperangan itu, pasukan Japan dibantu oleh Adipati Arosbaya (Bangkalan), Pangeran Malaja (Bangkalan), Adipati Baliga (Bangkalan), Adipati Jambaringin (Pamekasan), dan Adipati Lambang Ellor (Pamekasan). Bdk. Sutjipto; 1977, 176).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.