Keikutsertaan raja-raja dari Madura Barat itu, nampaknya dikarenakan adanya permusuhan antara Madura Barat dengan Madura Timur, atau setidak-tidaknya antara kedua wilayah itu memperlihatkan sikap yang tidak bersahabat (Graaf dan Pigeaud; 1985, 218). Sedangkan keikutsertaan Adipati Jambaringin dan Adipati Lambang Ellor (Pamekasan), mungkin lebih didorong oleh keinginan untuk melepaskan diri dari kekuasaan Surrienep, sebab mengingat genealogisnya kedua raja Parnekasan itu masih ada hubungan dengan raja Sumenep.
Peperangan itu terjadi selama 7 bulan Iebih di Pore (Puri), dan dalam peperangan itulah P. Saccadiningrat II wafat. Setelah meninggal dia digelari Pangeran Sedeng Puri. Kepalanya dipenggal oleh Demang Wira Sasmita dan diserahkan kepada Tumenggung Kanduruwan. Sedangkan jenasahnya dimakamkan di dekat makam Sunan Padusan, di desa Pamo!okan, demikian juga dengan jenasah patih Tan Kondur, hingga kini pemakaman tersebut dinamakan Seda ing Puri”.
Sepeninggal P. Saccadiningrat III, untuk sementara Sumenep diserahkan kepada P. Malaja dan P. Jambaringin, sebelum ada penggantinya. Sedangkan Tumenggung Kanduruwan kembali ke Japan melaporkan tugasnya. Mendengar laporan patihnya ratu Japan marah, dan Tumenggung Kanduruwan dipecat dan jabatannya sebagai patih, dan diangkat sebägai Adipati di Sumenep menggantikan P. Saccadiningrat III.
- Saccadiningrat meninggalkan 2 orang anak. Yang tua dikawinkan dengan Pangeran Bato Pote (cucu Sunan Padusan), dan yang muda dikawinkan dengan Ki Rawan, putera Andaswana, cucu Pangeran Bu-kabu. Dia menetap di Sendir.
Tentang keruntuhan pemerintahan P. Saccadiningrat III ini pernah diramalkan oieh Sunan Padusan, bahwa suatu saat yang akan memimpin Sumenep bukanlah dari keturunan P. Saccadiningrat III, tetapi dari keturunan S. Padusan, yaitu Tumenggung Kandunuwan, hingga sampai tiga turunan. Setelah itu akan terjadi perkawinan antara anak turunan S. Padusan dengan anak turunan P. Saccad iningrat IIl, yaitu Pangeran Ellor II, yang bemama Rajasa. Seteiah 7 turunan dari S. Padusan, penguasa Sumenep akan kembali lagi kepada anak turunan P. Saccadiningrat III yang tertua, hingga akhir zaman. Dan dikisahkan pula, bahwa menjelang akhir pemenintahan P. Saccadiningrat Iii, terjadi peristiwa alam seperti, gempa bumi, petir yang menyambar-nyambar, banjir bandang tiada hentinya. Peristiwa-peristiwa itu berlangsung seiama 7 hari benturut-turut.
Penggambaran di atas, seringkali pula terdapat dalam kisah sejarah Jawa Kuno. Dan ini berarti bahwa setelah itu akan teijadi penistiwa sejarah yang besar. Dalam sejarah dinasti Sumenep hal tersebut berarti akan terjadi suatu penistiwa besar yang akan membawa perubahan terhadap jalannya sejarah kerajaan Sumenep. Bila kita teliti nampaknya perubahan besar itu adalah berakhimya pemenintahan pra-Islam, dan digantikan oleh suatu pemerintahan Islam. P. Saccadiningrat III adaiah penguasa pra Islam terakhir didalam kerajaan Sumenep (sekitar tahun 1527).
Suatu hal yang patut dicatat, bahwa walaupun tenjadi intrik-intrik keluarga kerajaan Sumenep, namun yang menjadi penguasa Sumenep masih tetap memiliki genealogi dari penguasa tendahulu.
*) Penulis adalah Alumni IKIP Surabaya (MEDIA No. 68 Th. XV9/1993)
__
Artikel bersambung: