Situasi Pemerintahan Bendara Moh. Saud
Selama pemerintahan R. Moh. Saud rakyat kembali dalam keadaan aman dan sejahtera, karena para priyayi pembangkang terhadap R. Moh. Saud sudah pulang kembali ke tempat asalnya. Yang tinggal ialah kerabat keraton yang merupakan pendukung utama terhadap R. Bendara Moh. Saud dengan Ratu Ayu Rasmana Tirtanegara. Suami isteri itu di dalam memimpin daerah Sumenep, bisa kompak saling bekerja sama dan bantum embantu.
Bendara Saud sebagai penguasa baru yang berasal dan kaum santri yang kharismatik. Tampilnya kaum santri mi menandai terjadinya pergeseran kekuasaan di Sumenep, yaitu munculnya pemimpin dan kalangan agamawan.
Penyerangan VOC ke Bangkalan
Tidak lama berselang datanglah perintah dan Gubernur Jenderal Gustaaf Wilem Baron Van Imhoff (1743-1750 M) kepada R. Mob. Saud yang teláh bergelar R. Tumenggung Tirtanegara untuk ikut menyerang ke wilayah Bangkalan. Tujuannya untuk mengambil kota Tanjung Sambilangan sebagai Ibu Kota Bangkalan dan Pangeran Jurit (Pangeran Cakraningrat IV). Kapiten Reyner bersama 250 orang prajurit lengkap dengan peralatan senjatanya, dan Pamekasan juga ikut menyerang dengan membawa prajurit sebanyak 200 orang yang dipimpin oleh R. Adikara dan R. Ismail.
Semua pasukan perang tersebut dibawah pimpinnan Kapiten Reyner. Setelah sampai di Bangkalan perang tak dapat dihindarkan. Bangkalan kalah dan tunduk kepada Compagnie Belanda Indie Nederlands. (R. Aria Supadnegara, September 1933:2) sedangkan Pangeran Cakraningrat dibuang ke Kaap, Afrika Selatan. Ia wafat di Kaap, karena itu ia disebut Pangeran Siding Kaap.
Pada tanggal 30 April 1751 M. R. Moh. Saud dinobatkan sebagai Adipati Sumenep dengan bergelar R. Tumenggung Tirtanegara, nama tersebut merupakan nama dan suami pertama dan Ratu R. Ayu Rasmana Tirtanegara.
Pada zaman penjajahan Belanda, untuk mengangkat seorang Adipati/Penguasa, maupun penganugerahan gelar, pada umumnya haus melalui perang dulu. Apabila kalah perang atau melarikan diri, penguasa tersebut langsung diberhentikan, karena dianggap tidak cakap.