Tetapi Carok dipercaya sebagai tradisi yang membantu masyarakat memperoleh kembali harga dirinya, dan opsi penyelesaian konflik yang paling ampuh meskipun bersifat sesaat adalah konsekuensi sebagai Bangsa yang besar dan terbentuk dari perbedaan yang tidak terhitung bentuk dan jumlahnya, maka, masyarakat di luar etnik Madura perlu memahami perbedaan itu tidak dari kacamata mayoritas tetapi sebaliknya dari kacamata minoritas. Bahwa negara harus memperbaiki wibawanya sebagai aparatur yang baik dan bertanggung jawab kepada rakyatnya, dengan memiliki itikad baik memperbaiki dirinya, terutama menegakkan hukum yang adil.
Daftar Pustaka
- Latief Wiyata,”Carok; Konflik Kekerasaan dan Harga Diri Orang Madura”, LKIS, Yogyakarta, 2002.
___________,“Model Rekonsiliasi Orang Madura”, www.fisif.ui.edu/ceric,diakses tanggal 5 Maret 2011.
Agustinus Suprapto,“Ketika Segalanya Harga Diri”, http://Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses tanggal 10 Februari 2011.
Carrol, R. Ember,“Anthropology”, Prentice Hall, New Jersey, 1998.
E.G. Singgih,“Apakah Manusia itu?: Misi Gereja dan Reapresiasi Nilainilai BudayaDaerah Madura”.Setia: Majalah Teologi.No. 2 tahun 19871988.
ED Vaughan,“Sociology The Study Of Society”,Prentice Hall, New Jersey, 2001.
Harry Purwanto.“Tidak Terima Istri Diselingkuhi, Clurit Bicara”, http://detik Surabaya News Jatim. Com, di akses 10 Desember 2008.
Mien Ahmad Rifai,”Manusia Madura”,Pilar Media, Yogyakarta, 2007.
Mohamad Fauzi Sukimi.“Carok Sebagai Elemen Identiti Manusia Madura”Radar Madura,02 Februari 2008.
Mohammad Kamiluddin.“Carok Budaya yang Mengandung Unsur Kekerasan”,www.ppsdms.org, diakses tanggal 25 Agustus 2010.
Sjafiuddin Miftah.“Muncul Sejak Zaman Kolonial”, Panji Blok Kabar Peristiwa.Januari 2007.
Soerjono Sokanto,”Pengantar Penellitian Hukum”,Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986.
1, 2 Fakultas Hukum, Universitas Esa Unggul Jakarta
sumber: http://www.esaunggul.ac.id/
Artikel bersambung