Sebagaimana telah disinggung didepan bahwa Andang Taruna dan adiknya Jaya Pranamempunyai perang yang cukup penting dalam pembabatan Giliyang. Kedua tokoh ini menjadi pembuka jalan utama bagi para generasi selanjutnya. Penting untuk dicatat bahwa di awal pembabatan Giliyang Sumenep berada dalam pemerintahan Pangeran Yudanegara (1648-1672 M) pengganti Tumenggung Jaing Patih. Dalam catatan raja-raja Sumenep, ia di catat sebagai seorang pemimpin yang religius, pencinta ilmu dan kebijaksaan.
Berkat jasa ia mampu mengambalikan stabilitas sosial-politik dan ekonomi kerakyatan sebelumnya tercabik oleh penguasa. Ia berhasil memajukan seni dan budaya yang tumbuh diSumenep, ketika terjadi permasalah ia segan-segan ia mengundang ahli dibidangnya ikut serta dalam menukan solusi dalam permasalahan tersebut sehingga segala permasalah dapat diselesaikan dengan sempurna.
Pangeran Yudanegara mempunyai hubungan yang sangat baik dengan Raden Trunojoyo (putra Demang Melayakusuma), semenjak keduanya nyantri di pesantren Giri. sedangkan Trunojoyo sendiri adalah mertua dari Karaeng Galesong ( seorang pejuang dari kota Makasar). Dari fakta diatas dapat kita pahami, mengapa andang taruna dan adiknya Jaya Pranamenjadikan Giliyang sebagai obyek pembabatan, tentu saja hal erat hubungannya dengan daeng galesung, tidak menutup kemungkinan kedua bersaudara ini, telah menajalin hubungan erat dengan daeng galesung ketika sama-sama berjuang melawam kolonialisme di makasar yang berakhir dengan perjanjajian bongaya (1667). Lalu mereka sama-sama hijrah dari tanah kelahirannya.
Menarik untuk dikaji, perjalanan pembabatan yang berjalan mulus, kedua bersaudara ini membabat Giliyang tanpa ada hambatan dari kalangan pemerintah. Sebuah fakta yang mustahil bisa teralisasi tanpa dibangun diatas hubungan diplomatik yang kuat antara kedua belah pihak. Berdasarkan pisau analisa diatas, tidak menutup kemungkinan andang taruna dan Jaya Pranatelah menjalin hubungan yang kuat dengan kerajaaan Sumenep melalu perantara daeng galesung. Hubungan ini sangat berpengaruh terhadap kesuksesan pembabatan dipulau Giliyang, bahkan hubungan ini tetap berlanjut sampai daeng karaeng mushalleh dan anak keturunanya dipulau Giliyang.
Jaya Prana
Didepan telah disinggung tentang siapa sebenarnya Jaya Prana, dikatakan bahwa ia adalah adik dari Andang Taruna pioner pembabatan Giliyang, juga berasal dari kota para Daeng di daerah Sulawesi Selatan. Secara historis ia datang ke Giliyang dengan alasan yang tidak jauh berbeda dengan kakaknya, yaitu menghidar dari sewenang wenangan belanda yang bertindak semena-mena kepada rakyat makasar. Selain itu ia mempunyai tanggung jawab dakwa mengibarkan panji-panji Islam juga menjaadi salah satu motif utama dibalik hijrahnya keGiliyang, seperti yang telah disebutkan di awal bahwa ia berjuang bersama sang kakak dalam pembaban, bergulat dengan alas rimba yang masih rimbun dengan pepohonan, sampai kakaknya andang taruna wafat pada tahun 1671.