Peranan Ulama dan Tokoh Masyarakat Madura Dalam Penyelesaian Sengketa
Tujuan dari diciptakannya hukum adalah agar terciptanya suatu keadaan yang teratur didalam suatu masyarakat. Masyarakat zaman sekarang sudah semakin kompleks tidak lagi seperti dulu yang gampang masuk pengaruh asing dan diserap oleh masyarakat tersebut.
Adalah suatu yang wajar bila suatu masyarakat baik yang berskala kecil dalam lingkup suku bangsa yang terdiri dari beberapa suku bangsa mengadopsi nilainilai asing melalui berbagai tranmisi kebudayaan, tetapi hal ini tentunya akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan individuindividu yang menjadi elemen pendukung komunitas masyarakat tesebut termasuk dalam hal kesadaran mematuhi normanorma yang merupakan sumber hukum tidak tertulis dalam masyarakat.Ketika terjadi pelanggaran normanorma di dalam masyarakat berarti hukum yang berfungsi sebagai pengendali kontrol sosial yang membuat keadaan tetap damai telah dilanggar.
Bentuk-bentuk pelanggaran tidaklah ditolerir dalam derajat yang sama karena konsepsi batasbatas pelanggaran yang dapat ditolerir bersifat relatif, berbedabeda sesuai dengan kebudayaan masyarakat setempat dan kebudayaan itu sendiri bersifat relatif(Soetandio W, 1982).
Mengenai masyarakat Madura di Indonesia, telah menunjukan betapa identiknya Islam dan pentingnya peranan ulama atau kyai dalam kehidupan orang Madura. Pengaruh Agama Islam terhadap unsur kehidupan masyarakat Madura dapat dilihat terutamanya pada hubungan yang erat antara ulama dengan anggota masyarakat. Besarnya peranan Islam dan ulama atau kyai di dalam kehidupan orang Madura tidak hanya diperlakui oleh masyarakat umum tetapi juga pihak pemerintah Indonesia.
Dalam konteks rancangan pembangunan misalnya, pihak ulama atau kyai yang lazimnya didekati untuk mengetahui pandangan masyarakat Madura. Selain unsur tersebut, bahasa dan budaya Madura merupakan unsur yang penting untuk membedakan mereka daripada etnik lain yang terdapat di Jawa Timur. Sehubungan dengan itu, dapat disimpulkan bahwa agama Islam, ulama atau kyai dan bahasa Madura dapat dianggap sebagai asas kepada pembentukan identitas Madura.(Soetandio W, 1982).
Kesimpulan
Berdasarkan datadata yang diperoleh, penulis melalui penelitian yang dilakukan pada sumbersumber yang ada, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
Caroksebagai suatu institusionalisasi kekerasan, yang secara historis telah dilakukan oleh sebagian masyarakat Madura sejak beberapa abad lalu, selain mempunyai kaitan dengan faktorfaktor tersebut, tampaknya juga tidak dapat dilepaskan dari faktor politik, yaitu lemahnya otoritas Negara atau Pemerintah sejak sebelum dan sesudah kemerdekaan dalam mengontrol sumbersumber kekerasan, serta ketidakmampuan memberikan perlindungan terhadap masyarakat terhadap rasa keadilan.
Proses perjalanan waktu yang sangat panjang kemudian mengkondisikan orang Madura seakanakan tidak mampu untuk mencari dan memilih opsi atau alternatif lain dalam upaya mencari solusi ketika mereka sedang mengalami konflik, kecuali melakukan Carok yang dianggap lebih memenuhi rasa keadilan mereka. Dengan kata lain, Carok juga merupakan kekurangmampuan sebagian masyarakat Madura dalam mengekspresikan budi bahasa, karena mereka lebih mengedepankan perilakuperilaku agresif secara fisik untuk membunuh orangorang yang dianggap musuh, sehingga konflik yang berpangkal pada pelecehan harga diri tidak akan pernah mencapai rekonsiliasi.
Carok adalah tindakan pembalasan dendam yang disebabkan oleh pelecehan harga diri seseorang terhadap orang lain. Tindakan pembalasan dendam ini dilakukan dengan adu duel (menggunakan senjata celurit) hingga ada korban yang mati, satu lawan satu dan antara lakilaki. Bisa saja dilakukan massal (Carok massal), namun jarang terjadi. Motivasi Carok adalah pelecehan harga diri terutama masalah perempuan, istri dan anggota keluarga, mempertahankan martabat, perebutan harta warisan dan pembalasan dendam karena kakak kandungnya dibunuh.
Carok adalah solusi bagi masyarakat Madura dalam menyelesaikan konflik, karena sejarah yang sudah berabadabad lamanya membentuk mereka untuk tidak meyakinin dan mempercayai pengadilan atau hukumyang berlaku. Carok mungkin bukan peredam konflik. Tetapi salah satu unsur Carok yaitu remo, dapat menjadi peredam konflik karena merupakan tempat berkumpulnya para jagoan desa. Carok bagi masyarakat Madura bukanlah sebagai perbedaan yang perlu dinilai negatif atau dipertentangkan.
Tetapi Carok dipercaya sebagai tradisi yang membantu masyarakat memperoleh kembali harga dirinya, dan opsi penyelesaian konflik yang paling ampuh meskipun bersifat sesaat adalah konsekuensi sebagai Bangsa yang besar dan terbentuk dari perbedaan yang tidak terhitung bentuk dan jumlahnya, maka, masyarakat di luar etnik Madura perlu memahami perbedaan itu tidak dari kacamata mayoritas tetapi sebaliknya dari kacamata minoritas. Bahwa negara harus memperbaiki wibawanya sebagai aparatur yang baik dan bertanggung jawab kepada rakyatnya, dengan memiliki itikad baik memperbaiki dirinya, terutama menegakkan hukum yang adil.
Daftar Pustaka
A. Latief Wiyata,”Carok; Konflik Kekerasaan dan Harga Diri Orang Madura”, LKIS, Yogyakarta, 2002.
___________,“Model Rekonsiliasi Orang Madura”, www.fisif.ui.edu/ceric,diakses tanggal 5 Maret 2011.
Agustinus Suprapto,“Ketika Segalanya Harga Diri”, http://Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses tanggal 10 Februari 2011.
Carrol, R. Ember,“Anthropology”, Prentice Hall, New Jersey, 1998.
E.G. Singgih,“Apakah Manusia itu?: Misi Gereja dan Reapresiasi Nilainilai BudayaDaerah Madura”.Setia: Majalah Teologi.No. 2 tahun 19871988.
ED Vaughan,“Sociology The Study Of Society”,Prentice Hall, New Jersey, 2001.
Harry Purwanto.“Tidak Terima Istri Diselingkuhi, Clurit Bicara”, http://detik Surabaya News Jatim. Com, di akses 10 Desember 2008.
Mien Ahmad Rifai,”Manusia Madura”,Pilar Media, Yogyakarta, 2007.
Mohamad Fauzi Sukimi.“Carok Sebagai Elemen Identiti Manusia Madura”Radar Madura,02 Februari 2008.
Mohammad Kamiluddin.“Carok Budaya yang Mengandung Unsur Kekerasan”,www.ppsdms.org, diakses tanggal 25 Agustus 2010.
Sjafiuddin Miftah.“Muncul Sejak Zaman Kolonial”, Panji Blok Kabar Peristiwa.Januari 2007.
Soerjono Sokanto,”Pengantar Penellitian Hukum”,Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986.
Dicuplik dari sebagian tulisan “Tradisi Carok Pada Masyarakat Adat Madura”, Henry Arianto Krishna, Fakultas Hukum, Universitas Esa Unggul Jakarta, (http://www.esaunggul.ac.id/article/)