Pendekatan deskriptif kualitatif dalam penelitian penelitian diatas, nampaknya belum dapat secara mendalam mengungkap fenomena “keberadaan” perempuan madura. Dengan pendekatan ini hasil penelitian yang terkuak masih sebatas deskripsi potret fenomena perempuan madura. Apakah kondisi perempuan madura seperti yang terlihat di daerah pesisir itu merupakan kondisi kesetaraan gender ataukah malah merupakan ketidakadilan gender karena adanya beban ganda (doubel border) perempuan dalam kehidupannya, nampaknya akan lebih bisa dikupas habis dengan pendekatan kritis ini.
Namun terlepas dari hal itu, dengan teori hidden power dari faucould, hasil penelitian ini sebenarnya bisa juga memberikan gambaran bahwa perempuan madura memilki kekuasaan tersembunyi. Hal ini sebenarnya wajar terjadi pada sebuah tatanan masyarakat berpola resinden matrilokal yang biasanya membentuk kekuasaan matriliniar.
Penutup
Fenomena “keberadaan” perempuan madura di tengah him pitan budaya matrilokal dan kekuasaan patriarkat seperti yang digambarkan diatas, membawa kita pada sebuah kondisi dimana kedudukan perempuan madura dan pengalaman mereka pada kebanyakan situasi berbeda dengan pengalaman dan kedudukan lakilaki madura dalam situasi ini.
Perempuan Madura dengan karakteristik kerja keras dan etos kerja tinggi yang ditanamkan sejak dini, sebenarnya memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan perekonomian Perempuan Madura dan keluarganya sekaligus menjadi bukti eksistensi keberdaaan diri Perempuan Madura. Namun sayangnya sampai sejauh ini, potensi diri yang dimilki perempuan Madura ini diketahui tidak berjalan maksimal. Hal ini disebabkan segala macam usaha dan kerja keras yang dilakukan perempuan Madura ini bukan didasarkan pada aktualisasi potensi diri tapi sebenarnya lebih pada wujud tangung jawab dan pengabdiannya kepada keluarga. Bekerja keras untuk membantu suami mendapatkan tam bahan penghasilan.
Pada tingkatan tertentu, kepatuhan perempuan Madura seharusnya bukanlah semata-mata kepatuhan yang statis. Kendati sering kali diposisikan dalam kategori subordinat, perempuan Madura seharusnya memiliki peran dan status dalam keluarga secara sinergis, sehingga masing-masing anggota dalam miniatur organisasi tersebut bias bergerak dan berfungsi. Perempuan yang berperanan adalah perempuan yang sanggup memberi pengaruh terhadap orang lain atau lingkungannya.
Pengaruh ini sangat bergantung pada status si perempuan. Dalam status tergantung hak dan kedudukan. Jika statusnya rendah, maka haknya akan dibatasi, kedudukannya rendah, dan peranannya jtga akan berkurang. Oleh karena itu, perempuan harus memiliki ‘sesuatu’ untuk meningkatkan peran dan statusnya terhadap lingkungannya (Tong, 2010).Harga diri dan martabat seorang suami akan bergantung pada kepiawaian istrinya dalam memunculkan keperempuananya secara potensial, kuat, dan berkeberanian tinggi.
Komitmen perempuan Madura untuk bekerja keras, kemu dian menuai hasil (ngarkar pas acolbi’) dalam kondisi alam yang keras, tidak menjanjikan, dan kurang menguntungkan seharusnya dijadikan karakter kunci untuk memasuki dunia dominasi laki-laki (male-dominated world). Di samping itu, sikap penurut perempuan Madura harusnya malah menjadikannya tidak mudah berpaling ‘prinsip’.
Fenomena diatas sejalan dengan teori feminis eksistensialis. satu kalimat yang diungkapkan oleh Beauvoir, yaitu “One is not born, but rather becomes a woman” (Beauvoir, 295). Gender dikonstruksi secara sosial, hasil dari sosialisasi masa kanak-kanak. Sebagai mana yang dikatakan Beauvoir dalam kalimat selanjutnya bahwa bukan takdir ekonomi, biologis, dan psikologis yang menentukan figur perempuan, melainkan peradaban (civilization). Selama ini perempuan dikonstruksi sedemikian rupa untuk menjadi perem puan yang ‘diinginkan’ masyarakat. Perempuan hanya menjadi Liyan dalam berbagai aspek, dalam berbagai bentuknya.
Eksistensialisme dari Beauvoir akan lebih terasa jika kita bicara mengenai elemen kedua dari kalimat yang saya kutip di atas, yaitu “One is not born, but rather becomes a woman“. Elemen kedua adalah gender merupakan suatu proses menjadi, karena itu mengandung makna pilihan dan perubahan (choice and change). Gender adalah suatu proses yang terbuka terhadap tindakan sosial dan pilihan individual. Judith Butler menyebut elemen kedua ini sebagai sisi eksistensialisme dari Beauvoir.
Femininitas seorang perempuan memang dapat memposisi kan perempuan sebagai obyek. Demikian halnya dengan hiperfemi-ninitas. Istilah ini digunakan untuk menjelaskan perempuan yang mengeksploitasi femininitasnya untuk memperoleh tujuannya. Hiperfeminin ini dalam konteks eksistensialis justru memainkan peran sebagai subyek. Meskipun orang lain melihat ia hanya men-jadi obyek, tetapi dalam ke-obyek-annya, ia sesungguhnya menjadi subyek dengan tujuan eksploitasinya tersebut. Karena sekalipun ia memilih untuk menjadi obyek, sama seperti yang dikatakan Beau-voir, ia justru telah menjadi subyek dengan pilihannya itu.
Melalui standpoint feminist theory dapat diungkap proses “mengada, menjadi, memanusiawi” sosok perempuan madura di tengah budaya matrilokal dan patriarkat yang melingkupinya. Dan pada akhirnya pengalaman pahit sekalipun dapat mengajarkan perempuan untuk berproses ke arah yang lebih baik. Sebagaimana yang dikatakan Beauvoir bahwa “One is not born, but rather becomes a woman“. Menjadi perempuan adalah selalu dalam proses menjadi.
DAFTRA PUSTAKA
Hefni, Muhammad. 2012. “Perempuan Madura diantara Pola Residensi Matrilokal dan Pola Kekuasaan Patriakat”. Jurnal Karsa. Vol 20. No.2 . Pamekasan : STAIN Pamekasan
Mulyadi, Achmad. 2011. “Perempuan Madura Pesisir Meretas Budaya Mode Produksi Patriakat’. Jurnal Karsa. Vol. 19 No.2. Pamekasan : STAIN Pamekasan.
Rahmawati, farida. 2012. “Local Wisdom in life cycle of madurese women as the basis of the arrangement of self-empowerment communication strategy”. Proceeding The 4th Internasional Graduate Students Conference on Indonesia. 30-31 Oktober 2012 , ISBN : 978-602-8683-26-5. Yogyakarta : UGM Pres
Ritzer, George (ed). 2012 Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik sampai Perkembangan terakhir Postmodern. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Riyanto CM, Armada. 2011. Berfilsafat Politik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Riyanto CM,Armada. 2013. Menjadi-Mencintai. Berfilsafat Teologis Sehari-hari. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Smith, D. (1987). The everyday world as problematic. Loronto, Ontario, Canada: University of Loronto Press
Tong, Rosemarie P (2010) Feminist Tought. Yogyakarta. Jalasutra
Zamroni, Imam. 2011. “Sunat Perempuan Madura (Belenggu Adat, Normativitas Agama, dan Hak Azazi manusia). Jurnal karsa. Vol. 19. No.2. Pamekasan : STAIN Pamekasan
Judul tulisan: Perempuan Madura:“Mengada” Ditengah Himpitan Budaya Matrilokal dan Kekuasaan Patriarkat penulis; Farida Nurul Rakhmawati. (Diangkat dari buku MADURA: Masyarakat, Budaya, Media, dan Politik, Editor: Surokim Penerbit: Puskakom Publik bekerjasama dengan Penerbit Elmatera, Cetakan Pertama: 2015 ISBN: 978-602-1222-56-0, hal 61-76
Tulisan bersambung:
Perempuan Madura:“Mengada” Ditengah Himpitan Budaya Matrilokal dan Kekuasaan Patriarkat (1)
Perempuan Madura:“Mengada” Ditengah Himpitan Budaya Matrilokal dan Kekuasaan Patriarkat (2)