Perempuan, Pendidikan dan Lokalitas Madura

Religi: Abhantal omba’ asapo’ angen, (Berbantal ombak berselimut angin). Abhantal syahadat asapo’ iman (Berbantal syahadat berselimut iman).

Tata Krama: Oreng andi’ tatakrama reya akantha pesse singgapun, ekabalanjha’a e dimma bhai paju.  (Orang yang punya budi pekerti yang baik itu seperti uang (emas) singapara, dibelanjakan di mana saja pasti laku). Ta’tao Judanagara, (Tidak mengenal Judanegara)

Persahabatan: //Bila cempa palotan/ Bila kanca taretan  (Setiap beras cempa itu ketan
Setiap teman itu saudara)

Tidak Boleh Sakiti  Orang Lain. //Mon ba’na etobi’ sake’ ja’ nobi’an oreng laen (Kalau kamu dicubit merasa sakit jangan mencubit orang lain)

Baik Hati. Pote atena (Putih hatinya),  Oreng jhujhur mate ngonjur (Orang jujur kalau mati kakinya lurus), Oreng jujur bakal pojur, (Orang jujur bakal mujur)

Kejujuran; //Sabu keccet akopeyan/Somorra bada e daja/Tao lecek sakalean/Saomorra ta’ eparcaja.// (Sawo kecik berbotol-botol/Ada sumur sebelah utara/Pernah berdusta satu kali, seumur hidup tak dipercaya).

Etos Kerja. //Sapa atane bakal atana’/Sapa adhaghang bhakal adhaghing//.(Siapa rajin bertani akan menanak nasi/ Siapa berdagang akan berdaging (tubuhnya padat dan sehat)

Rajin Belajar: //Perreng odi’ ronto bhiruna/Parse jhenno rang-rang tombu/Oreng odhi’ neko koduna/Nyare elmo pataronggu//. (Daun bambu hijau runtuh/Bibit kelapa jarang tumbuh/Orang hidup itu seharusnya/Mencari ilmu dengan sungguh).

Jadi usaha belajar bagi anak (perempuan) Madura itu sudah dikenalkan sejak dini. Namun demikian  ketika disejajarkan dengan sebuah wilayah yang lebih luas lagi, posisi perempuan Madura kerap dihadang oleh persoalan adat dan lingkungan, bahwa kodrat menempati posisi yang paling berarti, dibanding tuntutan kondisi perempuran sendiri.

Meski demikian, adat bukan berarti menjadi sumbu utama membatasi gerak perempuan di Madura. Pada sisi lain, justru adat sendiri yang sebenarnya memberi keleluasaan luas bagi perempuan, contoh; dalam hal membangun etok kerja, solidaritas, penghargaan dan perawatan diri. Bahkan dalam pemahaman kearifan lokal,  penanaman ilmu bagi perempuan Madura  sebenarnya dapat porsi cukup, seperti wajib belajar (mengaji),  membuat ketarmpilan dan bahkan sebagai perancang strategi dalam perang jaman kerajaan masa lalu.

Memang  diakui pada jaman pengetatan tradisi masa lalu, simbolitas perempuan Madura menempati posisi yang paling diagungkan. Pada posisi seperti itu perempuan Madura diumpamakan seperti bunga melati, yang hidup dalam rimbunan daun hijau, dan berfungsi untuk menyerbakkan aroma wangi bagi keluarganya.

Karena cukup menjadi simbol kebanggaan dan penjaga marbatat keluarga dan  lingkungan, perempuan Madura cukup mengurus rumah saja. “jha’ gitenggi asakola, ada’ gunana, dagghi’ abali ka dapor keya”, (tidak penting sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya bekerja di dapur juga)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.