Di samping itu, IPAMA juga bertugas sebagai debt colector (penagih) bagi anggota yang tidak mau hadir, atau memberikan materi yang tidak sama dengan besarnya sumbangan yang diterima saat dia melaksanaan tok otok. Oleh sebab itu, bagi anggota yang kebetulan tidak mempunyai uang saat ada pelaksanaan tok otok salah seorang anggotanya, maka dia akan berusaha keras untuk mendapatkan uang, bahkan kalau perlu menjual kekayaan yang dimiliki atau berhutang pada anggota lainnya. Dari sinilah dimulainya, pergeseran mekna walimah pernikahan dalam tradisi masyarakat Madura yang terorganisir dalam IPAMA.
Pergeseran makna juga terkandung dalam simbol-simbol yang digunakan saat pelaksanaan walimah. Simbol-simbol yang digunakan oleh para anggota besifat materiil, seperti baju dan sarung yang dipakai, besaran dana yang disumbangkan, dan kendaraan yang digunakan saat menghadiri acara walimah. Baju dan sarung yang mahal, dana yang besar, dan mobil yang digunakan menunjukkan pada prestise dan gengsi sosial seorang anggota tok otok yang dikelola IPAMA. Semakin mahal pakaian, semakin besar dana, dan semakin mewah kendaraannya, kian besar dan tinggi prestise dan gengsi sosialnya. Begitu juga sebaliknya, semakin murah, semakin kecil dana, dan semakin murah harga kendaraannya, kian rendah pula prestise dan gengsi sosialnya.
Cara pelayanan tuan rumah pun juga dibedakan berdasarkan atas prestise dan gengsi sosial itu. Bagi mereka yang dianggap memiliki prestise dan gengsi sosial yang tinggi, maka akan diberikan hidangan yang mewah berikut minuman-minuman keras yang mahal. Akan tetapi, bagi mereka yang mempunyai derajat prestise dan gengsi sosial yang rendah, maka akan dilayani dengan makanan yang sederhana dan minuman keras yang murah. Bahkan, bagi mereka yang tidak menyerahkan bantuan sebesar yang diterimanya saat melaksanakan tok otok, maka tidak akan mendapatkan pelayanan.
makasi atas infonya