Periode Sejarah Terjadinya Akulturasi di Sumenep

Pada tahun 1704 Pangeran Cakraningrat meninggal dan di Mataram terjadi peristiwa penandatanganan antara Pangeran Puger dengan Kompeni, bahwa Kompeni mengakui kekuasaan Pangeran Puger yang saat itu sedang berselisih dengan Sunan Mas (Amangkurat III). Sebalik-nya Pangeran Puger berkewajiban menyerahkan sebagian dari tanah Jawa dan Madura bagian Timur kepada Kompeni. Dengan demikian untuk yang kedua kalinya Sumenep jatuh ke tangan Kompeni, dimana pada saat itu masa peme-rintahan Panembahan Romo (Cokronegoro II).

Pada masa pemerintahan Alza (1744-1749) terjadi pemberontakan yang dipimpin Kyai Lesap dari Bangkalan. Pada saat itu Kyai Lesap menggalang kekuatan yang ada pada rakyat yang sudah benci kepada Kompeni. Ia berjuang dari Timur dengan menguasai Keraton Sume-nep. Kyai Lesap memerintah Sumenep hanya dalam waktu 1 tahun yaitu tahun 1749-1750. Pemerintahan berikutnya dipegang oleh Raden Ayu Tirtonegoro (1750-1762) keturunan dari Raden Bugan yang kemudian kawin dengan seorang ulama bernama Bendoro Saud. Bendoro Saud ini kemudian oleh Kompeni dinobatkan sebagai Bupati Sumenep.

Asirudin putra Bendoro Saud dan putra angkat dari Ratu Tirtonegoro, atas permintaan kedua orangtuanya, oleh Kompeni dikabulkan dan diangkat menjadi Bupati Sumenep menggantikan ayahnya. Ia memerintah pada tahun 1762-1811 bergelar Tumenggung Ario Noto-kusumo atau kemudian terkenal dengan sebutan Panembahan Sumolo. Dialah yang mendirikan Keraton Sumenep pada tahun 1781. Keraton Pejagalan (R. Ayu Tirtonegoro), Keraton Sumenep, Masjid Agung Sumenep dan Makam Asta Tinggi, dibangun pada kurun Sumenep dikuasai Kolonial Belanda.

Jadi tidak mustahil kalau pada bangunan-bangunan terse-but akan ditemukan konsepsi arsitektur Kolonial atau pengaruh langgam arsitektur Belanda (Eropa). Pada saat itu Keraton Sumenep di bawah pemerintahan Kolonial Belanda, kondisi ini sudah tentu secara politik menunjukkan ada-nya dominasi peran pemerintah Kolonial dalam setiap sisi kehidupan pemerintahan, baik sistem pemerintahan, lambang-lambang kerajaan, ter-masuk dalam bentuk arsitektur bangunan keraton yang menunjukkan adanya pengaruh kuat budaya kolonial (Barat).

Artikel bersambung;

  1. Keraton Sumenep Wujud Akulturasi Budaya Madura, Cina dan Belanda
  2. Periode Sejarah Terjadinya Akulturasi di Sumenep
  3. Proses Akulturasi Budaya Madura, Cina dan Belanda,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.